PENDIDIKAN DI DALAM
KELUARGA
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi yang di Bimbing
oleh Drs. H. Muhammad Yusuf Ridlwan, M.Pd.I

Oleh Kelompok 2 :
Linda Lisdiana ( 084142042
)
Affany Zakaria ( 084142057 )
Umi Kulsum ( 084142059
)
Elviatul Laili (
084142060 )
Lailatul Qomariyah ( 084142062 )
Kiki Fatmawati ( 084142076 )
Muhammad Ilham A. ( 084142080 )
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Puji syukur penyusun
panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta
hidayahnya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam tercurahkan selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang telah memberi petunjuk jalan yang benar untuk umatnya.
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi. Terima Kasih
penyusun ucapkan kepada pihak
yang telah membantu
dalam terselesaikannya makalah ini. Terutama kepada Dosen Tafsir Tarbawi
yaitu Bapak Drs. H. M Yusuf Ridlwan, M.Pd.I yang telah memberikan bimbingannya sehingga terselesaikannya
makalah ini.
Penyusun
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan-kesalahan. Oleh karena
itu, kritik serta saran yang membangun sangat penyusun
harapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca khususnya.
Wassalamu alaikum wr.wb
Jember, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Judul............................................................................... 1
B.
Permasalahan............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Surat Luqman ayat 12-13 beserta terjemahnya........................................ 2
B.
Mufrodat dari surat Luqman ayat 12-13 dan
penjelasan ayatnya............ 2
C.
Munasabah surat
Luqman ayat 12-13...................................................... 5
D.
Asbabun nuzul dari surat Luqman ayat 12-13......................................... 6
E.
Tafsir bin nash dari surat Luqman ayat 12-13.......................................... 6
F.
Tafsir bir ra’yi dari surat Luqman ayat 12-13........................................... 9
G.
Relevansi ayat 12-13 surat Luqman dengan
pendidikan........................ 10
H.
Pendapat ulama’ mengenai tafsir surat Luqman ayat
12-13................... 11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Judul
Sebagai mahluk
Allah kita harus bersyukur kepada Allah dan terhadap nikmat yang telah di
anugerahkan Allah kepada kita. Karena dengan bersyukur, seseorang mengenal
Allah dan mengenal anugerah-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan
patuh kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah, yang artinya “bersyukurlah
kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur
untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah
maha kaya lagi maha terpuji”.
Allah juga menganugerahkan anak kepada kita.
Anak merupakan amanah yang harus di pertanggungjawabkan orang tua kepada
Allah SWT. Rasulullah mengajarkan bahwa setiap anak di lahirkan dalam keadaan
fitrah, hanya orang tualah yang merubah fitrah itu menjadi Yahudi, Nasrani,
atau Majusi. Oleh sebab itu setiap orangtua mempunyai kewajiban memelihara dan
mengembangkan fitrahnya atau potensi dasar keislaman anak tersebut sehingga
tumbuh kembang menjadi muslim yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah
SWT. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai permasalahan
tersebut dengan tema mendidik anak berdasarkan ajaran islam.
B. Permasalahan
1.
Bagaimana munasabah dari surat Luqman ayat 12-13?
2.
Bagaimana asbabun nuzul dari Q.S Luqman
ayat 12-13?
4.
Bagaimana tafsir bir ra’yi dalam surat Luqman ayat 12-13?
5.
Bagaimana relevansi surat Luqman ayat 12-13 dengan
pendidikan?
6.
Bagaimana surat Luqman ayat 12-13 tersebut?
7.
Bagaimana pendapat ulama’ mengenai tafsir surat Luqman
ayat 12-13?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ayat dan Terjemah
Q.S. Luqman: 12-13
ô‰s)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o„ ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ó‰‹ÏJym ÇÊËÈ øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ
Dan
sesungguhnya telah kami menganugerahkan hikmah kepada Luqman, yaitu:
“Bersyukurlah kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur, maka
sesungguhnya Allah maha kaya dan lagi maha terpuji”(12). “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam
keadaan dia menasehatinya: “wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kedzaliman yang besar”(13).
B. 1. Mufrodat
·
Kebijaksanaan dan Kecerdikan: الحكمة
·
Bersyukurlah:
اُشْكُرْ
·
Kufur: كَفَرَ
·
Maha kaya: غَنِيٌ
·
Maha Terpuji: حَمِيْدٌ
·
Nasehat: يَعِظُ
·
Janganlah menyekutukan: لاَتُشْرِكْ
·
Kedzaliman: ظُلْمٌ
·
Besar: عَظِيْمٌ
2. Penjelasan ayat
ô‰s)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o„ ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ó‰‹ÏJym ÇÊËÈ
Dan sesungguhnya
telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada
Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Al-Hikmah artinya kebijaksanaan dan kecerdikan. Dan banyak
perkataan bijak yang berasal dari Luqman,
lain perkataanya kepada anak lelakinya, “Hai anakku, sesungguhnya dunia
itu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusia yang tenggelam
kedalamnya. Maka jadikanlah perahumu di dunia bertaqwa kepada Allah SWT, dan
muatannya imam dan layarnya bertawakkal kepada Allah. Barang kali saja kamu
dapat selamat, akan tetapi aku tidak yakin bahwa kamu dapat selamat”.[1]
Ayat di atas
menggunakan bentuk Mudlari’/kata kerja masa kini dan masa yang akan
datang untuk menunjukkan kesyukuran (يشكرُ), sedang ketika berbicara tentang kekufuran,
di gunakan bentuk kerja masa lampau (كفر). Menurut Al-Biqa’i menggunakan
bentuk mudhari’ itu bahwa siapa yang datang kepada Allah pada masa
apapun, Allah menyambutnya dan Anugerahnya akan senantiasa tercurah kepadanya
sepanjang amal yang di lakukannya. Penggunaan bentuk kata kerja masa lampau
pada kekufuran atau ketiadaan syukur (كفر) adalah untuk mengisyaratkan bahwa
jika itu terjadi, walau sekali maka Allah akan berpaling dan tidak
menghiraukannya.
Kata (غنيٌ)
atau maha kaya, yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik
menyangkut harta atau selainnya. Dari sini lahir kata ghaniyyah yaitu
wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupan hidup di rumah orang tuanya,
atau merasa cukup hidup sendirian tanpa suami, dan yang kedua adalah suara,
dari sini lahir kata mughanny dalam arti penarik suara atau penyanyi.
Yang benar-benar
kaya adalah yang tidak butuh kepada sesuatu yaitu Allah SWT, yang mana Allah
tidak membutuhkan pada sesuatu tersebut. Manusia betapapun kayanya, maka dia
tetap butuh, paling tidak kebutuhan kepada yang memberinya kekayaan. Sedangkan
yang member kekayaan adalah Allah SWT.[2]
Kata (حميد)
atau maha terpuji, yang maknyanya adalah antonim tercela. Kata hamiid
atau pujian di gunakan untuk memuji yang anda peroleh maupun yang di
peroleh selain anda. Berbeda dengan syukur yang di gunakan dalam konteks
nikamat yang anda peroleh saja. Jika demikian, saat anda berkata hamiid
maka ini adalah pujian kepadanya, baik anda menerima nikmat, maupun orang lain
yang mennerimanya. Sedang bila anda mensyukurinya, maka itu karena anda
merasakan adanya anugerah yang anda peroleh.
Ada tiga unsur
dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar apa yang di lakukannya
dapat terpuji. Pertama, perbuatannya indah/baik. Kedua,
dilakukannya secara sadar, dan ketiga, tidak atas dasar terpaksa.
Allah Hamid
berarti bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu dan segalanya diciptakan
dengan baik, serta atas dasar kehendak-Nya, tanpa paksaan. Kalau demikian, maka
segala perbuatan-Nya terpuji dan segala yang terpuji merupakan perbuatan-Nya
jua, sehingga wajar bagi kita untuk mengucapkan al-Hamdulillah/segala puji
bagi Allah. Tentang pujian ini telah di jelaskan di dalam surat Al-Fatihah.
Kata Ghaniyy
yang merupakan sifat Allah pada umumnya-di dalam Al-Qur’an-dirangkaikan dengan
kata Hamid. Ini untuk mengisyaratkan bahwa bukan saja pada sifat-Nya
yang terpuji, tetapi juga jenis dan kadar bantuan atau anugerah kekayaan-Nya.
Itu pun terpuji karena tepatnya anugerah itu dengan kemaslahatan yang di beri.
Di sisi lain, pujian yang di sampaikan oleh siapapun, tidak di butuhkan-Nya,
karena Allah maha kaya, tidak membutuhkan sesuatu apapun.
øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ
Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Kata (يعظه)
terambil dari kata (وعظ)
yaitu nasehat yang menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh
hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan
dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi
gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak
membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana di pahami dari panggilan mesranya
kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasehat itu di lakukannya dari
saat ke saat, sebagaimana di pahami dari bentuk kata kerja masa kini dan masa
yang akan datang pada kata .(يعظه)
Kata (بُنَي)
adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (إبني),
dari kata (إبنٌ)
yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini
kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya
di dasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
C. Munasabah
Q.S surat
luqman ayat 12-13 memiliki keterkaitan dengan ayat sebelumnya .yaitu ayat 11 yang berbunyi:
#x‹»yd
ß,ù=yz
«!$#
†ÎTrâ‘r'sù
#sŒ$tB
t,n=y{
tûïÏ%©!$#
`ÏB
¾ÏmÏRrߊ
4
È@t/
tbqßJÎ=»©à9$#
’Îû
9@»n=|Ê
&ûüÎ7•B
ÇÊÊÈ
11. Inilah ciptaan Allah, Maka perlihatkanlah
olehmu kepadaku apa yang Telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain
Allah. Sebenarnya orang- orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang
nyata.
1.
Pada ayat 11 di jelaskan bahwasanya orang-orang yang
dzolim berada di dalam kesesatan yang nyata.
2.
pada ayat 11 menjelaskan bahwasanya Allah menciptakan
alam beserta isinya, maka dari itu, di jelaskan pada ayat 12. Ini dupaya
manusia harus bersyukur terhadap ciptaan Allah SWT.
Pada ayat 11-13
bahwasanya Allah menciptakan alam beserta
isinya agar manusia bersyukur dan tidak mendholimi apa yang di ciptakan Allah .
Allah menurunkan air dari langit kemudian menumbuhkan segala sesuatu yang ada
di bumi dengan baik agar manusia tidak kufur kepadaNya dan tidak
mempersekutukanNya karena mempersekutukan Allah merupakan kedholiman yang besar
sehingga barang siapa yang berada dalam kategori orang yang dholim maka dirinya
benar-benar berada kesesatan yang nyata.[3]
D. Asbabun nuzul
Bukhari (1/95) : Abul Walid telah menceritakan kepada
kami, ia berkata : Syu’bah telah menceritakan hadits kepada kami ia berkata :
“Bisyr telah menceritakan kepadaku ia berkata : “Muhammad telah menceritakan
kepada kami dari Syu’bah dari Sulaiman dari Ibrahim dari ‘Alqmah dari Abdullah
ia berkata : “Ketika turun surat Al-An’am ayat 82 “orang-orang yang
beriman dan tidak mencampur adukkan iman
mereka dengan kedzaliman (syirik)”, (QS.al-An’am:82). Para sahabat Rasulullah
SAW. berkata : “ setiap kita mendzalimi dirinya?”. Maka Allah menurunkan : إن الشرك
لظلم عظيم “sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.(QS.Luqman:13).[4]
Hadits ini diriwayatkannya juga dalam kitab
tafsir (9/363). Dan diriwayatkan pula oleh at-Thayalisi (2/18).
E.
Tafsir bin Nash
1.
Surat al-An’am ayat 82
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbr߉tGôg•B ÇÑËÈ
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Yang di maksud dzalim disini adalah sesuatu
yang membaurkan keimanan seseorang kepada Allah, sehingga keimanan itu
berkurang, yaitu syirik di dalam akidah atau ibadah. Jadi, yang dimaksud disini
bukan kedzahliman manusia terhadap dirinya sendiri karena melakukan sebagian
kemudharatan, atau meninggalkan sebagian manfaat, lantaran tidak tau atau
meremehkan. Bukan pula kedzaliman terhadap orang lain dengan sebagian tindakan
dan hukumnya. Sedangkan yang di maksud dengan keamanan adalah keamanan dari
adzab Allah yang menimpa kepada orang yang keimanan dan ibadahnya tidak di
ridhai Allah.[5]
2.
Az-Zumar ayat 65
ô‰s)s9ur zÓÇrré& y7ø‹s9Î) ’n<Î)ur tûïÏ%©!$# `ÏB šÎ=ö6s% ÷ûÈõs9 |Mø.uŽõ°r& £`sÜt6ósu‹s9 y7è=uHxå £`tRqä3tGs9ur z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÏÎÈ
“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.”
Pada ayat ini Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad SAW
bahwa dia telah mewahyukan kepadanya dan kepada Nabi-nabi sebelumnya, bahwa
sesungguhnya apabila dia mempersekutukan Allah, maka hapuslah segala amal
baiknya yang telah lalu. Inilah suatu peringatan keras dari Allah kepada
manusia agar ia jangan sekali-kali mempersekutukan Allah dengan yang lain-Nya,
karena perbuatan itu adalah syirik dan dosa syirik itu adalah dosa yang tidak
akan di ampuni oleh Allah. Bila seseorang mati dalam keadaan syirik akan
hapuslah semua pahala amal baiknya dan dia akan dijerumuskan ke dalam neraka
jahannam.
3.
An Nisa’ ayat 116
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç„ ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB šcrߊ šÏ9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o„ 4 `tBur õ8ÎŽô³ç„ «!$$Î/ ô‰s)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´‰‹Ïèt/ ÇÊÊÏÈ
116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah,
Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
4.
Ibrahim Ayat 7
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u‘ ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯Ry‰ƒÎ—V{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) ’Î1#x‹tã Ó‰ƒÏ‰t±s9 ÇÐÈ
Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
وإذ تأذن
ربكم
“Dan ingatlah, hai bani
israil, ketika Allah memaklumkan janjinya kepada kalian dengan berfirman:
لئن شكرتم
لأزيدنكم
“Jika kalian mensyukuri nikmat
penyelamatan dan lain-lain yang aku berikan kepada kalian, dengan menaatiku dalam segala perintah dan laranganku, niscaya aku menambah nikmat
yang telah kuberikan kepada kalian.”
Pengalaman
menunjukkan, bahwa setiap kali anggota tubuh yang digunakan untuk bekerja
dilatih terus menerus dengan pekerjaan, maka bertambahlah kekuatannya; tetapi
apabila diberhentikan dari kerja, maka akan lemahlah ia. Demikian halnya dengan
nikmat: apabila digunakan dalam perkara yang untuk itu ia diberikan, maka akan
tetaplah ia; tetapi apabila diabaikan,
maka akan hilanglah ia. Al-Bukhori di dalam Tarikh, dan Adh-Dhiya’ di dalam Al-Mukhtaroh
mengeluarkan riwayat dari anas, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
من ألهم خمسة لم
يحرم خمسة – وفيها : من ألهم الشكر لم يحرم الزيادة
“Barang
siapa di beri petunjuk (untuk melakukan) lima (perkara), maka dia tidak akan
diharamkan (untuk menerima) lima (perkara) : antara lain- barang siapa diberi
petunjuk untuk bersyukur, maka tidak akan diharamkan (untuk menerima)
tambahan.”
Barang siapa
bersyukur kepada Allah atas rezeki yang dilimpahkan kepadanya, maka Allah akan
melapangkan rezekinya. Barang siapa bersyukur kepadanya atas ketaatannya: dan
barang siapa bersyukur atas nikmat kesehatan yang dilimpahkan kepadanya, maka
dia akan menambah kesehatannya; demikian halnya dengan nikmat-nikmat yang lain. Akan
tetapi, jika kalian kufur dan ingkar kepada nikmat-nikmat Allah serta tidak
memenuhi hak nikmat tersebut , seperti bersyukur kepada Allah yang memberi
nikmat itu
إن عذابي
لشديد
….. maka sesungguhnya adzabku amat pedih. Yaitu, dengan tidak memberikan
nikmat itu kepada kalian dan merampas buah-buahan dari kalian, di dunia dan di
akhirat. Di dunia, kalian diadzab dengan hilangnya nikmat itu: sedangkan di
akhirat, dengan ditimpakannya adzab yang kalian tidak akan sanggup
menanggungnya. Di dalam hadis
dijelaskan :
إن العبد ليحرم
الرزق باالذنب يصيبه
“ Sesungguhnya hamba akan diharamkan (menerima) rezeki karena dosa
yang dilakukannya”.
5.
Al-Baqarah ayat 269
’ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o„ 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ô‰s)sù u’ÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ãž2¤‹tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ
269. Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan
Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia
yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (dari firman Allah).
F. Tafsir Bi Ra’yi
Berdasarkan
penjelasan ayat Q.S Luqman ayat 12-13
1.
Setiap manusia terutama orang muslim kita patut bersyukur
kepada allah SWT atas apa yang di milikinya.
2.
Selain kita harus bersyukur atas nikmat yang telah di
karuniai Allah sebagai hamba Allah yang beriman, janganlah kufur kepada Allah,
karena kufur merupakan perbuatan yang di laknat Allah.
3.
Allah menciptakan semua alam beserta isinya tidak lain
hanyalah untuk menyembahnya.
4.
Orang tua wajib mendidik dan menasehati anaknya dengan
baik.
G. Relefansi Ayat
dengan Pendidikan
Dimensi
pendidikan yang terkandung yaitu bahwasannya inti hikmah yang telah
dikaruniakan oleh Allah kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya
kepada anaknya, sebagai pedoman utama dalam kehidupan. “wahai anakku!
Janganlah engkau persekutukan dengan Allah”. Artinya janganlah engkau
mempersekutukan Tuhan yang lain dengan Allah. Karena tidak ada Tuhan selain
Allah. Sesuatu yang selain dari Tuhan
itu adalah alam belaka, ciptaan Tuhan belaka. Tidaklah Allah itu bersekutu atau
berkongsi dengan Tuhan yang lain di dalam menciptakan alam ini.”sesungguhnya
mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar.” Yaitu menganiaya diri
sendiri, memperbodoh diri sendiri.
Memang aniaya
besarlah orang kepada dirinya kalau dia mengakui ada lagi Tuhan selain Allah,
padahal selain dari Allah itu adalah alam belaka. Dia aniaya atas dirinya sebab
Tuhan mengajaknya agar membebaskan jiwanya dari segala sesuatu, selain Allah.
Jiwa manusia adalah mulia. Manusia adalah makhluk yang dijadikan oleh Allah
menjadi kholifahnya dimuka bumi. Sebab itu maka hubungan tiap manusia dengan
Allah hendaklah langsung. Jiwa yang dipenuhi oleh tauhid adalah yang merdeka.
Tidak ada sesuatu jua pun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali dengan Tuhan.
Apabila manusia telah mempertuhankan yang lain, sedang yang lain itu adalah
benda belaka atau makhluk belaka, manusia itu sendirilah yang membawa jiwanya
menjadi budak dari yang lain.
Mempersekutukan
yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi
pecah berderai. Sebab alam itu pecah berderai. Dan manusia itu sendiri pun
menjadi jadi berpecah-pecah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan
menyembah apa yang dipertuhannya itu, padahal tidak sama.[6]
H. Pendapat Ulama
Kata hikmah telah
di singgung makna dasarnya ketika menafsirkan dua ayat di atas. Para ulama’
mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah. antara lain pendapat
Al-Biqo’i bahwa hikmah berarti “ mengetahui yang paling utama dari segala
sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliyah dan amal
ilmiah“. Hikmah juga di artikan sebagai sesuatu yang bila di gunakan akan
menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau
mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Memilih perbuatan
yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan
sesuai dari dua hal yang buruk pun di namai hikmah dan pelaku di namai hakim
atau bijaksana.
Imam Al-Ghozali
memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama-
ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung- yakni Allah SWT. Jika
demikian Allah adalah hakim yang sebenarnya karna Allah mengetahui ilmu yang
paling abadi. Dzat serta sifatNya tidak tergambar dalam benak, tidak juga
mengalami perubahan.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedua ayat ini
mengajarkan kepada kita semua agar berhati-hati dalam mendidik anak, terutama
berkaitan dengan keesaan Allah Swt. Menjauhi segala pengabdian di luar
ke-Tuhanan adalah mutlak merupakan sesuatu yang harus diajarkan kepada
putra-putri kita di awal usia, menjelang remaja. Larangan berbuat syirik sangat
ditekankan kepada kita oleh Allah melalui Luqman, juga terutama bagi anak-anak
kita.
Walaupun
larangan berbuat syirik sifatnya umum, kita juga dituntut untuk senantiasa
mewaspadainya, terutama pendidikan anak anak. Usia remaja sangat efektif dalam
membentuk karakter keilahian pada keturunan kita. Doktrin agar tidak terjerumus
pada kemusyrikan merupakan hal mendasar yang harus ditanamkan pada setiap anak.
Kemudian,
setelah seorang anak memiliki kekokohan dalam akidah, maka pendidikan yang kita
berikan adalah bagaimana ia menjadi orang yang senantiasa bersyukur atas nikmat
Allah Swt. Karena apabila anak kita belum tahu urgensi syukur, maka yang
terjadi ia akan kerap ingkar. Walaupun anak kita tidak bersyukur, sesungguhnya
Allah maha kaya dan terpuji. Hal yang paling pantas untuk kita contoh adalah
kelembutan dan kasih sayang, tampak pada diri Lukman. Profil Lukman tidak
mengenal otoritarianisme dalam mendidik anak.
Pelajaran
mahal yang dapat kita petik dari kedua ayat ini adalah, Allah Swt menganugerahkan hikmah
kepada Lukman. Menurut Quraish
Shihab dalam Tafsir Al Misbah, mengartikan
kata hikmah sebagai sesuatu yang bila digunakan akan menghalangi terjadinya mudarat,
atau kesulitan yang lebih besar. Lebih lanjut Ketua PSQ Lentera Hati ini
menjelaskan bahwa, hikmah yang dianugerakan kepada Luqman, yang kemudian
ditularkan pada putranya adalah masalah syukur.
Barangsiapa
bersyukur maka ia telah berbuat baik pada dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang
kufur, maka ia merugikan diri sendiri, bukan Allah Swt. Hal ini yang kerap
tidak dipahami oleh kebanyakan diantara kita. Kita berasumsi bahwa Allah Swt
membutuhkan ibadah-ibadah kita, termasuk bersyukur. Meraka bermaksud menipu
Allah, bahwa dengan berbuat kufur–dirinya merasa tidak rugi, bahkan menganggap
Allah-lah yang berugi. Luqman merupakan sosok ayah yang sangat dikagumi karena
pintarnya dalam mendidik putranya. Apa yang diwasiatkan Luqman kepada anaknya
(dahulu) dan kita saat ini, sungguh termasuk sumbangan berharga dalam mendidik
anak bangsa, menjadi generasi yang senantiasa beribadah dan mengesakan Allah
Swt, ganderung bersyukur, dan jauh dari sifat ingkar atas pelbagai nikmat-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Kamil,
Imanuddin. 2007. Shahih Asbabun Nuzul. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
Abu Bakar, Bahrun. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Toha
Putra.
Hamka. 1998. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Katsir, Ibnu. 2000. Tafsir
al-Qur’an al-‘Azhim, III/1446. Beirut: Dar al-fikr.
[1] Ahmad
Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar (Semarang:
CV Toha Putra, 1989), 145.
[2] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), 123.
[3] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002)
[5] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha putra, 1989),
[6] Abdul malik abdul karim Amrullah,Tafsir
Al-Azhar (Jakarta:pustaka pajimas,1988)hlm.128
[7] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar