Kamis, 03 Maret 2016

Makalah Tafsir Tarbawi_Pendidikan Di Dalam Keluarga

 PENDIDIKAN DI DALAM KELUARGA

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi yang di Bimbing oleh Drs. H. Muhammad Yusuf Ridlwan, M.Pd.I


IAIN

Oleh Kelompok 2 :
Linda Lisdiana            ( 084142042 )
Affany Zakaria           ( 084142057 )
Umi Kulsum                ( 084142059 )
Elviatul Laili               ( 084142060 )
Lailatul Qomariyah     ( 084142062 )
Kiki Fatmawati           ( 084142076 )
Muhammad Ilham A.  ( 084142080 ) 


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
NOVEMBER 2015




KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam tercurahkan selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberi petunjuk jalan yang benar untuk umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi. Terima Kasih penyusun ucapkan kepada pihak  yang  telah  membantu  dalam terselesaikannya makalah ini. Terutama kepada Dosen Tafsir Tarbawi yaitu Bapak Drs. H. M Yusuf Ridlwan, M.Pd.I   yang telah memberikan bimbingannya sehingga terselesaikannya makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna  dan banyak kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu, kritik serta saran yang membangun sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca khususnya.
Wassalamu alaikum wr.wb

Jember,  Oktober 2015



Penyusun





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Judul............................................................................... 1
B.     Permasalahan............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Surat Luqman ayat 12-13 beserta terjemahnya........................................ 2
B.     Mufrodat dari surat Luqman ayat 12-13 dan penjelasan ayatnya............ 2
C.     Munasabah surat Luqman ayat 12-13...................................................... 5
D.    Asbabun nuzul dari surat Luqman ayat 12-13......................................... 6
E.     Tafsir bin nash dari surat Luqman ayat 12-13.......................................... 6
F.      Tafsir bir ra’yi dari surat Luqman ayat 12-13........................................... 9
G.    Relevansi ayat 12-13 surat Luqman dengan pendidikan........................ 10
H.    Pendapat ulama’ mengenai tafsir surat Luqman ayat 12-13................... 11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Judul
Sebagai mahluk Allah kita harus bersyukur kepada Allah dan terhadap nikmat yang telah di anugerahkan Allah kepada kita. Karena dengan bersyukur, seseorang mengenal Allah dan mengenal anugerah-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah, yang artinya “bersyukurlah kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah maha kaya lagi maha terpuji”.
 Allah juga menganugerahkan anak kepada kita. Anak merupakan amanah yang harus di pertanggungjawabkan orang tua kepada Allah SWT. Rasulullah mengajarkan bahwa setiap anak di lahirkan dalam keadaan fitrah, hanya orang tualah yang merubah fitrah itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Oleh sebab itu setiap orangtua mempunyai kewajiban memelihara dan mengembangkan fitrahnya atau potensi dasar keislaman anak tersebut sehingga tumbuh kembang menjadi muslim yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai permasalahan tersebut dengan tema mendidik anak berdasarkan ajaran islam.
B.     Permasalahan
1.      Bagaimana munasabah dari surat Luqman ayat 12-13?
2.      Bagaimana asbabun nuzul dari Q.S Luqman ayat 12-13?
3.      Bagaimana tafsir bin nash dalam surat Luqman ayat 12-13?
4.      Bagaimana tafsir bir ra’yi dalam surat Luqman ayat 12-13?
5.      Bagaimana relevansi surat Luqman ayat 12-13 dengan pendidikan?
6.      Bagaimana surat Luqman ayat 12-13 tersebut?
7.      Bagaimana pendapat ulama’ mengenai tafsir surat Luqman ayat 12-13?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ayat dan Terjemah Q.S. Luqman: 12-13
ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ   øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ  
Dan sesungguhnya telah kami menganugerahkan hikmah kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah dan barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah maha kaya dan lagi maha terpuji”(12). “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: “wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kedzaliman yang besar”(13).

B.     1. Mufrodat
·           Kebijaksanaan dan Kecerdikan: الحكمة
·           Bersyukurlah: اُشْكُرْ
·           Kufur: كَفَرَ
·           Maha kaya: غَنِيٌ
·           Maha Terpuji: حَمِيْدٌ
·           Nasehat: يَعِظُ
·           Janganlah menyekutukan: لاَتُشْرِكْ
·           Kedzaliman: ظُلْمٌ
·           Besar: عَظِيْمٌ


2. Penjelasan ayat
 ôs)s9ur $oY÷s?#uä z`»yJø)ä9 spyJõ3Ïtø:$# Èbr& öä3ô©$# ¬! 4 `tBur öà6ô±tƒ $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî ÓÏJym ÇÊËÈ  
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Al-Hikmah artinya kebijaksanaan dan kecerdikan. Dan banyak perkataan bijak yang berasal dari Luqman,  lain perkataanya kepada anak lelakinya, “Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah laut yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusia yang tenggelam kedalamnya. Maka jadikanlah perahumu di dunia bertaqwa kepada Allah SWT, dan muatannya imam dan layarnya bertawakkal kepada Allah. Barang kali saja kamu dapat selamat, akan tetapi aku tidak yakin bahwa kamu dapat selamat”.[1]
Ayat di atas menggunakan bentuk Mudlari’/kata kerja masa kini dan masa yang akan datang untuk menunjukkan kesyukuran (يشكرُ), sedang ketika berbicara tentang kekufuran, di gunakan bentuk kerja masa lampau  (كفر). Menurut Al-Biqa’i menggunakan bentuk mudhari’ itu bahwa siapa yang datang kepada Allah pada masa apapun, Allah menyambutnya dan Anugerahnya akan senantiasa tercurah kepadanya sepanjang amal yang di lakukannya. Penggunaan bentuk kata kerja masa lampau pada kekufuran atau ketiadaan syukur (كفر) adalah untuk mengisyaratkan bahwa jika itu terjadi, walau sekali maka Allah akan berpaling dan tidak menghiraukannya.
Kata (غنيٌ) atau maha kaya, yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu kecukupan, baik menyangkut harta atau selainnya. Dari sini lahir kata ghaniyyah yaitu wanita yang tidak kawin dan merasa berkecukupan hidup di rumah orang tuanya, atau merasa cukup hidup sendirian tanpa suami, dan yang kedua adalah suara, dari sini lahir kata mughanny dalam arti penarik suara atau penyanyi.
Yang benar-benar kaya adalah yang tidak butuh kepada sesuatu yaitu Allah SWT, yang mana Allah tidak membutuhkan pada sesuatu tersebut. Manusia betapapun kayanya, maka dia tetap butuh, paling tidak kebutuhan kepada yang memberinya kekayaan. Sedangkan yang member kekayaan adalah Allah SWT.[2]
Kata (حميد) atau maha terpuji, yang maknyanya adalah antonim tercela. Kata hamiid atau pujian di gunakan untuk memuji yang anda peroleh maupun yang di peroleh selain anda. Berbeda dengan syukur yang di gunakan dalam konteks nikamat yang anda peroleh saja. Jika demikian, saat anda berkata hamiid maka ini adalah pujian kepadanya, baik anda menerima nikmat, maupun orang lain yang mennerimanya. Sedang bila anda mensyukurinya, maka itu karena anda merasakan adanya anugerah yang anda peroleh.
Ada tiga unsur dalam perbuatan yang harus dipenuhi oleh pelaku agar apa yang di lakukannya dapat terpuji. Pertama, perbuatannya indah/baik. Kedua, dilakukannya secara sadar, dan ketiga, tidak atas dasar terpaksa.
Allah Hamid berarti bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu dan segalanya diciptakan dengan baik, serta atas dasar kehendak-Nya, tanpa paksaan. Kalau demikian, maka segala perbuatan-Nya terpuji dan segala yang terpuji merupakan perbuatan-Nya jua, sehingga wajar bagi kita untuk mengucapkan al-Hamdulillah/segala puji bagi Allah. Tentang pujian ini telah di jelaskan di dalam surat Al-Fatihah.
Kata Ghaniyy yang merupakan sifat Allah pada umumnya-di dalam Al-Qur’an-dirangkaikan dengan kata Hamid. Ini untuk mengisyaratkan bahwa bukan saja pada sifat-Nya yang terpuji, tetapi juga jenis dan kadar bantuan atau anugerah kekayaan-Nya. Itu pun terpuji karena tepatnya anugerah itu dengan kemaslahatan yang di beri. Di sisi lain, pujian yang di sampaikan oleh siapapun, tidak di butuhkan-Nya, karena Allah maha kaya, tidak membutuhkan sesuatu apapun.

øŒÎ)ur tA$s% ß`»yJø)ä9 ¾ÏmÏZö/ew uqèdur ¼çmÝàÏètƒ ¢Óo_ç6»tƒ Ÿw õ8ÎŽô³è@ «!$$Î/ ( žcÎ) x8÷ŽÅe³9$# íOù=Ýàs9 ÒOŠÏàtã ÇÊÌÈ  
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Kata (يعظه) terambil dari kata (وعظ) yaitu nasehat yang menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana di pahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasehat itu di lakukannya dari saat ke saat, sebagaimana di pahami dari bentuk kata kerja masa kini dan masa yang akan datang pada kata .(يعظه)
Kata (بُنَي) adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah (إبني), dari kata (إبنٌ) yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya di dasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.

C.    Munasabah
Q.S surat luqman ayat 12-13 memiliki keterkaitan dengan ayat sebelumnya .yaitu ayat 11 yang berbunyi:
#x»yd ß,ù=yz «!$# ÎTrâr'sù #sŒ$tB t,n=y{ tûïÏ%©!$# `ÏB ¾ÏmÏRrߊ 4 È@t/ tbqßJÎ=»©à9$# Îû 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇÊÊÈ
11.  Inilah ciptaan Allah, Maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang Telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah. Sebenarnya orang- orang yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.
1.      Pada ayat 11 di jelaskan bahwasanya orang-orang yang dzolim berada di dalam kesesatan yang nyata.
2.      pada ayat 11 menjelaskan bahwasanya Allah menciptakan alam beserta isinya, maka dari itu, di jelaskan pada ayat 12. Ini dupaya manusia harus bersyukur terhadap ciptaan Allah SWT.
Pada ayat 11-13 bahwasanya Allah menciptakan alam beserta isinya agar manusia bersyukur dan tidak mendholimi apa yang di ciptakan Allah . Allah menurunkan air dari langit kemudian menumbuhkan segala sesuatu yang ada di bumi dengan baik agar manusia tidak kufur kepadaNya dan tidak mempersekutukanNya karena mempersekutukan Allah merupakan kedholiman yang besar sehingga barang siapa yang berada dalam kategori orang yang dholim maka dirinya benar-benar berada kesesatan yang nyata.[3]



D.    Asbabun nuzul
            Bukhari (1/95) : Abul Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata : Syu’bah telah menceritakan hadits kepada kami ia berkata : “Bisyr telah menceritakan kepadaku ia berkata : “Muhammad telah menceritakan kepada kami dari Syu’bah dari Sulaiman dari Ibrahim dari ‘Alqmah dari Abdullah ia berkata : “Ketika turun surat Al-An’am ayat 82 “orang-orang yang beriman  dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik)”, (QS.al-An’am:82). Para sahabat Rasulullah SAW. berkata : “ setiap kita mendzalimi dirinya?”. Maka Allah menurunkan : إن الشرك لظلم عظيم   “sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar”.(QS.Luqman:13).[4]
Hadits ini diriwayatkannya juga dalam kitab tafsir (9/363). Dan diriwayatkan pula oleh at-Thayalisi (2/18).

E.    Tafsir bin Nash
1.    Surat al-An’am ayat 82
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä óOs9ur (#þqÝ¡Î6ù=tƒ OßguZ»yJƒÎ) AOù=ÝàÎ/ y7Í´¯»s9'ré& ãNßgs9 ß`øBF{$# Nèdur tbrßtGôgB ÇÑËÈ  
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Yang di maksud dzalim disini adalah sesuatu yang membaurkan keimanan seseorang kepada Allah, sehingga keimanan itu berkurang, yaitu syirik di dalam akidah atau ibadah. Jadi, yang dimaksud disini bukan kedzahliman manusia terhadap dirinya sendiri karena melakukan sebagian kemudharatan, atau meninggalkan sebagian manfaat, lantaran tidak tau atau meremehkan. Bukan pula kedzaliman terhadap orang lain dengan sebagian tindakan dan hukumnya. Sedangkan yang di maksud dengan keamanan adalah keamanan dari adzab Allah yang menimpa kepada orang yang keimanan dan ibadahnya tidak di ridhai Allah.[5]
2.    Az-Zumar ayat 65
ôs)s9ur zÓÇrré& y7øs9Î) n<Î)ur tûïÏ%©!$# `ÏB šÎ=ö6s% ÷ûÈõs9 |Mø.uŽõ°r& £`sÜt6ósus9 y7è=uHxå £`tRqä3tGs9ur z`ÏB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÏÎÈ  
“Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.
Pada ayat ini Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa dia telah mewahyukan kepadanya dan kepada Nabi-nabi sebelumnya, bahwa sesungguhnya apabila dia mempersekutukan Allah, maka hapuslah segala amal baiknya yang telah lalu. Inilah suatu peringatan keras dari Allah kepada manusia agar ia jangan sekali-kali mempersekutukan Allah dengan yang lain-Nya, karena perbuatan itu adalah syirik dan dosa syirik itu adalah dosa yang tidak akan di ampuni oleh Allah. Bila seseorang mati dalam keadaan syirik akan hapuslah semua pahala amal baiknya dan dia akan dijerumuskan ke dalam neraka jahannam.


3.      An Nisa’ ayat 116
¨bÎ) ©!$# Ÿw ãÏÿøótƒ br& x8uŽô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótƒur $tB šcrߊ šÏ9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8ÎŽô³ç «!$$Î/ ôs)sù ¨@|Ê Kx»n=|Ê #´Ïèt/ ÇÊÊÏÈ  
116. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
4.      Ibrahim Ayat 7
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ  
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
وإذ تأذن ربكم
“Dan ingatlah, hai bani israil, ketika Allah memaklumkan janjinya kepada kalian dengan berfirman:
لئن شكرتم لأزيدنكم
“Jika kalian mensyukuri nikmat penyelamatan dan lain-lain yang aku berikan kepada kalian, dengan menaatiku dalam segala perintah dan laranganku, niscaya aku menambah nikmat yang telah kuberikan kepada kalian.”
            Pengalaman menunjukkan, bahwa setiap kali anggota tubuh yang digunakan untuk bekerja dilatih terus menerus dengan pekerjaan, maka bertambahlah kekuatannya; tetapi apabila diberhentikan dari kerja, maka akan lemahlah ia. Demikian halnya dengan nikmat: apabila digunakan dalam perkara yang untuk itu ia diberikan, maka akan tetaplah ia; tetapi  apabila diabaikan, maka akan hilanglah ia. Al-Bukhori di dalam Tarikh, dan Adh-Dhiya’ di dalam Al-Mukhtaroh mengeluarkan riwayat dari anas, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
من ألهم خمسة لم يحرم خمسة – وفيها : من ألهم الشكر لم يحرم الزيادة  
Barang siapa di beri petunjuk (untuk melakukan) lima (perkara), maka dia tidak akan diharamkan (untuk menerima) lima (perkara) : antara lain- barang siapa diberi petunjuk untuk bersyukur, maka tidak akan diharamkan (untuk menerima) tambahan.”
Barang siapa bersyukur kepada Allah atas rezeki yang dilimpahkan kepadanya, maka Allah akan melapangkan rezekinya. Barang siapa bersyukur kepadanya atas ketaatannya: dan barang siapa bersyukur atas nikmat kesehatan yang dilimpahkan kepadanya, maka dia akan menambah kesehatannya; demikian halnya dengan nikmat-nikmat yang lain. Akan tetapi, jika kalian kufur dan ingkar kepada nikmat-nikmat Allah serta tidak memenuhi hak nikmat tersebut , seperti bersyukur kepada Allah yang memberi nikmat itu
إن عذابي لشديد                                                                   
….. maka sesungguhnya adzabku amat pedih. Yaitu, dengan tidak memberikan nikmat itu kepada kalian dan merampas buah-buahan dari kalian, di dunia dan di akhirat. Di dunia, kalian diadzab dengan hilangnya nikmat itu: sedangkan di akhirat, dengan ditimpakannya adzab yang kalian tidak akan sanggup menanggungnya. Di dalam hadis dijelaskan :
إن العبد ليحرم الرزق باالذنب يصيبه
Sesungguhnya hamba akan diharamkan (menerima) rezeki karena dosa yang dilakukannya”.

5.      Al-Baqarah ayat 269
ÎA÷sムspyJò6Åsø9$# `tB âä!$t±o 4 `tBur |N÷sムspyJò6Åsø9$# ôs)sù uÎAré& #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 3 $tBur ㍞2¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÏÒÈ  
269. Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).


F.     Tafsir Bi Ra’yi
Berdasarkan penjelasan ayat Q.S Luqman ayat 12-13
1.    Setiap manusia terutama orang muslim kita patut bersyukur kepada allah SWT atas apa yang di milikinya.
2.    Selain kita harus bersyukur atas nikmat yang telah di karuniai Allah sebagai hamba Allah yang beriman, janganlah kufur kepada Allah, karena kufur merupakan perbuatan yang di laknat Allah.
3.    Allah menciptakan semua alam beserta isinya tidak lain hanyalah untuk menyembahnya.
4.    Orang tua wajib mendidik dan menasehati anaknya dengan baik.


G.    Relefansi Ayat dengan Pendidikan
Dimensi pendidikan yang terkandung yaitu bahwasannya inti hikmah yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada Luqman telah disampaikannya dan diajarkannya kepada anaknya, sebagai pedoman utama dalam kehidupan. “wahai anakku! Janganlah engkau persekutukan dengan Allah”. Artinya janganlah engkau mempersekutukan Tuhan yang lain dengan Allah. Karena tidak ada Tuhan selain Allah. Sesuatu  yang selain dari Tuhan itu adalah alam belaka, ciptaan Tuhan belaka. Tidaklah Allah itu bersekutu atau berkongsi dengan Tuhan yang lain di dalam menciptakan alam ini.”sesungguhnya mempersekutukan itu adalah aniaya yang amat besar.” Yaitu menganiaya diri sendiri, memperbodoh diri sendiri.
Memang aniaya besarlah orang kepada dirinya kalau dia mengakui ada lagi Tuhan selain Allah, padahal selain dari Allah itu adalah alam belaka. Dia aniaya atas dirinya sebab Tuhan mengajaknya agar membebaskan jiwanya dari segala sesuatu, selain Allah. Jiwa manusia adalah mulia. Manusia adalah makhluk yang dijadikan oleh Allah menjadi kholifahnya dimuka bumi. Sebab itu maka hubungan tiap manusia dengan Allah hendaklah langsung. Jiwa yang dipenuhi oleh tauhid adalah yang merdeka. Tidak ada sesuatu jua pun yang dapat mengikat jiwa itu, kecuali dengan Tuhan. Apabila manusia telah mempertuhankan yang lain, sedang yang lain itu adalah benda belaka atau makhluk belaka, manusia itu sendirilah yang membawa jiwanya menjadi budak dari yang lain.
Mempersekutukan yang lain dengan Allah adalah aniaya paling besar. Sebab tujuan hidup bisa jadi pecah berderai. Sebab alam itu pecah berderai. Dan manusia itu sendiri pun menjadi jadi berpecah-pecah karena syirik. Sebab masing-masing menghadap dan menyembah apa yang dipertuhannya itu, padahal tidak sama.[6]

H.    Pendapat Ulama
Kata hikmah telah di singgung makna dasarnya ketika menafsirkan dua ayat di atas. Para ulama’ mengajukan aneka keterangan tentang makna hikmah. antara lain pendapat Al-Biqo’i bahwa hikmah berarti “ mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliyah dan amal ilmiah“. Hikmah juga di artikan sebagai sesuatu yang bila di gunakan akan menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun di namai hikmah dan pelaku di namai hakim atau bijaksana.
Imam Al-Ghozali memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama- ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung- yakni Allah SWT. Jika demikian Allah adalah hakim yang sebenarnya karna Allah mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat serta sifatNya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan.[7]


















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kedua ayat ini mengajarkan kepada kita semua agar berhati-hati dalam mendidik anak, terutama berkaitan dengan keesaan Allah Swt. Menjauhi segala pengabdian di luar ke-Tuhanan adalah mutlak merupakan sesuatu yang harus diajarkan kepada putra-putri kita di awal usia, menjelang remaja. Larangan berbuat syirik sangat ditekankan kepada kita oleh Allah melalui Luqman, juga terutama bagi anak-anak kita.
Walaupun larangan berbuat syirik sifatnya umum, kita juga dituntut untuk senantiasa mewaspadainya, terutama pendidikan anak anak. Usia remaja sangat efektif dalam membentuk karakter keilahian pada keturunan kita. Doktrin agar tidak terjerumus pada kemusyrikan merupakan hal mendasar yang harus ditanamkan pada setiap anak.
Kemudian, setelah seorang anak memiliki kekokohan dalam akidah, maka pendidikan yang kita berikan adalah bagaimana ia menjadi orang yang senantiasa bersyukur atas nikmat Allah Swt. Karena apabila anak kita belum tahu urgensi syukur, maka yang terjadi ia akan kerap ingkar. Walaupun anak kita tidak bersyukur, sesungguhnya Allah maha kaya dan terpuji. Hal yang paling pantas untuk kita contoh adalah kelembutan dan kasih sayang, tampak pada diri Lukman. Profil Lukman tidak mengenal otoritarianisme dalam mendidik anak.
Pelajaran mahal yang dapat kita petik dari kedua ayat ini adalah, Allah Swt menganugerahkan hikmah kepada Lukman. Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah, mengartikan kata hikmah sebagai sesuatu yang bila digunakan akan menghalangi terjadinya mudarat, atau kesulitan yang lebih besar. Lebih lanjut Ketua PSQ Lentera Hati ini menjelaskan bahwa, hikmah yang dianugerakan kepada Luqman, yang kemudian ditularkan pada putranya adalah masalah syukur.
Barangsiapa bersyukur maka ia telah berbuat baik pada dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang kufur, maka ia merugikan diri sendiri, bukan Allah Swt. Hal ini yang kerap tidak dipahami oleh kebanyakan diantara kita. Kita berasumsi bahwa Allah Swt membutuhkan ibadah-ibadah kita, termasuk bersyukur. Meraka bermaksud menipu Allah, bahwa dengan berbuat kufur–dirinya merasa tidak rugi, bahkan menganggap Allah-lah yang berugi. Luqman merupakan sosok ayah yang sangat dikagumi karena pintarnya dalam mendidik putranya. Apa yang diwasiatkan Luqman kepada anaknya (dahulu) dan kita saat ini, sungguh termasuk sumbangan berharga dalam mendidik anak bangsa, menjadi generasi yang senantiasa beribadah dan mengesakan Allah Swt, ganderung bersyukur, dan jauh dari sifat ingkar atas pelbagai nikmat-Nya.



















DAFTAR PUSTAKA
Kamil, Imanuddin. 2007. Shahih Asbabun Nuzul. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
Abu Bakar, Bahrun. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Toha Putra.
Hamka. 1998. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Shihab, M.Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Katsir, Ibnu. 2000. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, III/1446. Beirut: Dar al-fikr.



[1] Ahmad Mustofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maraghi, terj. Bahrun Abu Bakar (Semarang: CV Toha Putra, 1989), 145.
[2] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),  123.
[3] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
[4] Imanuddin Kamil,  Shahih Asbabun Nuzul( Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2007
[5] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV Toha putra, 1989),
[6] Abdul malik abdul karim Amrullah,Tafsir Al-Azhar (Jakarta:pustaka pajimas,1988)hlm.128

[7] M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar