LANDASAN DALAM
MELAKSANAKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
MAKALAH
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling yang di Bimbing oleh Drs. Sarwan, M.Pd.
Oleh
Kelompok 2
:
NAHDLIATUN NAFISAH
NAHDIAH SAIDAH
LAILATUL QOMARIYAH
IMAM ABU YAZID B
|
084142054
084142075
084142065
084142053
|
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu alaikum wr.wb
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat
Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam tercurahkan
selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah member petunjuk jalan
yang benar untuk umatnya.
Makalah yang berjudul Landasan Dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling disusun untuk memenuhi
tugas Bimbingan dan Konseling. Terima Kasih penyusun ucapkan kepada
pihak yang telah
membantu dalam terselesaikannya
makalah ini. Terutama kepada Dosen Bimbingan dan
Konseling
yaitu Bapak Drs
Sarwan, M.Pd yang
telah memberikan bimbingannya sehingga terselesaikannya makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan banyak kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu, kritik serta saran yang
membangun sangat penyusun harapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
pembaca khususnya.
Wassalamu alaikum wr.wb
Jember, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1 Landasan Historis
dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling ........... 3
2.2 Landasan Filosofis
dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling........... 4
2.3 Landasan Sosial
Budaya dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling.. 8
2.4 Landasan Religius
dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling............ 9
2.5 Landasan Psikologis
dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling....... 11
2.6 Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dalam Melaksanakan Bimbingan dan Konseling 13
2.7 Landasan Pedagogis dalam Melaksanakan
Bimbingan dan Konseling...... 14
BAB III PENUTUP............................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 16
3.2 Saran ........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui bahwa bimbingan dan konseling
memiliki landasan historis, filosofis, religius, sosial budaya, psikologi,
pedagogis, IPTEK. Setiap landasan memiliki peran yang sama pentingnya dalam
proses bimbingan dan konseling. Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa
klien atau siswa melakukan tindakan kenakalan karena kurangnya keilmuan agama
yang mana di dalamnya ada landasan moral, sehingga petugas bimbingan dan
konseling haruslah mengerti dan faham bagaimana penyampaian norma-norma agama
kepada klien dan bagaimana membimbing klien kepada penyelesaian berdasarkan
agama atau landasan religius. Tidak hanya itu dalam mencari problem klien
hendaknya pembimbing atapembimbing atau konselor melihat dan menelaah
psikologis klien sebagaimana psikologis sebagai landasan bimbingan dan
konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan Historis dalam Melaksanakan bimbingan dan konseling?
2. Bagaimana landasan filosofis dalam melaksanakan bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana landasan sosial budaya dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling?
4. Bagaimana landasan religius dalam melaksanakan bimbingan dan konseling?
5. Bagaimana landasan psikologis dalam melaksanakan bimbingan dan konseling?
6. Bagaimana landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling?
7. Bagaimana landasan pedagogis dalam melaksanakan bimbingan dan konseling?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui landasan Historis
dalam Melaksanakan bimbingan dan konseling
2. Untuk mengetahui landasan filosofis dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling
3. Untuk mengetahui landasan sosial budaya dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling
4. Untuk mengetahui landasan religius dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling
5. Untuk mengetahui landasan psikologis dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling
6. Untuk mengetahui landasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling
7. Untuk mengetahui landasan pedagogis dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Landasan historis
Secara umum
konsep bimbingan dan konseling telah lama dikenal oleh manusia melalui sejarah. Sebagai
contoh Plato dapat dipandang sebagai konselor yunani kuno, karena
dia telah menaruh perhatian yang begitu besar terhadap
pemahaman psikologis individu seperti menyangkut aspek isu-isu
moral, pendidikan, hubungan
dalam masyarakat dan teologis.
Sebagai konselor
kedua di yunani adalah Aristoteles (murid plato). Dia banyak berkontribusi pemikiran ke dalam bidang psikologi. Salah
satu sumbangan pemikirannya adalah studi tentang interaksi individu dengan
lingkungan dan yang lainnya, serta upaya mengembangkan fungsi individu secara optimal.
Luis Vives
adalah seorang filosof dan juga pendidik berpendapat bahwa merupakan suatu
kebutuhan membimbing individu yang sesuai dengan sikap dan bakatnya. Di samping
itu dia mengemukakan bahwa para wanita pun harus dipersiapkan untuk dapat
bekerja. Paparan diatas merupakan sekilas pandang para tokoh tentang
bagaimana bimbingan dan konseling itu berkembang.dari mulai zaman yunani kuno
sampai abad 18-an. Pada uraian berikut akan dijelaskan tentang bagaimana tonggak tonggak
sejarah perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika
dan Indonesia.
A.
Perkembangan
layanan bimbingan di Amerika
Sampai awal
abad ke 20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu pekerjaan konselor masih ditangani oleh
para guru, seperti dalam memberikan layanan informasi layanan bimbingan
pribadi, sosial, karir dan akademik. Gerakan bimbingan itu mulai berkembang
pada tahun 1896, Jesse B Davis, seorang
konselor sekolah di Detroit memulai memberikan layanan konseling dan pekerjaan
di SMA. Pada tahun 1907 dia diangkat menjadi kepala SMA di Grand Rapids,
Michigan. Dia memasukkan program bimbingan
disekolah tersebut. Tujuan dari program bimbingan disini adalah untuk membantu siswa
agar mampu (a) mengembangkan karakternya yang baik memiliki nilai moral, ambisi,
bekerja keras, dan kejujuran. Sebagai aset yang sangat penting bagi setiap
orang dalam rangka merencanakan, mempersiapkan, dan memasuki dunia kerja
[bisnis]; (b) mencegah dirinya dari perilaku bermasalah dan (c) menghubungkan
minat pekerjaan dengan kurikulum (mata pelajaran).
Pada waktu yang sama para ahli lainnya juga mengembangkan program
bimbingan ini antara lain:
·
Eli
Weaper (1906)
·
Frank
Parson
·
E.G.Williamson
·
Carl
R. Rogers
Pada tahun 1950 terjadi peristiwa peluncuran Sputnik I Uni Soviet. Peristiwa
ini sangat mencemaskan warga negara Amerika Serikat, karena mereka pikir bahwa
peristiwa ini merupakan isyarat tentang dominasi Uni Soviet dalam bidang
teknologi industri dan bidang ilmiah lainnya. Untuk merespon protes warga
masyarakat, pada bulan September tahun 1958 Kongres menyusun undang-undang,
termasuk undang-undang pertahanan pendidikan nasional (National Defense
Education Atc).
Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk
mengucurkan dana bagi pendidikan, seperti untuk pelatihan para konselor SLTP
dan SLTA, dan mengembangkan program testing, program konseling sekolah, dan
program bimbingan lainnya. Peristiwa ini merupakan “land mark” (peristiwa
penting) dalam dunia pendidikan di Amerika termasuk gerakan bimbingan dan konseling.
B.
Layanan
bimbingan di indonesia.
Perkembangan layanan di Indonesia berbeda dengan Amerika.
Perkembangan di Amerika dimulai dari usaha perorangan dan pihak swasta,
kemudian berangsur angsur menjadi usaha pemerintah sementara di Indonesia
dimulai dengan kegiatan disekolah dan usaha usaha pemerintah.
Layanan bimbingan dan konseling di Indonesia telah dibicarakan
secara terbuka sejak tahun 1962. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan
sistem pendidikan di SMA yaitu terjadi perubahan nama menjadi SMA Gaya baru,
dan berubahnya waktu penjurusan, yang awalnya kelas I menjadi di kelas II.
Program penjurusan ini merupakan respon akan kebutuhan untuk menyalurkan para
siswa kejurusan yang tepat bagi dirinya secara perorangan.Dalam rencana
pelajaran SMA Gaya baru diantaranya sebagai berikut:
a.
Di kelas 1
setiap pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenal bakat dan minatnya,
dengan jalan menjelahi segala jenis mata pelajaran yang ada di SMA, dan dengan
ebimbingan penyuluhan yang teliti dari para guru maupun orang tua.
b.
Dengan
menggunakan peraturan kenaikan kelas dan bahan bahan catatan dalam kartu
pribadi setiap murid, para pelajar di salurkan ke kelas II kelompok khusus:
Budaya, Sosial, Pasti, dan Pengetahuan Alam.
c.
Untuk
kepentingan tersebut, maka pengisian kartu pribadi murid harus dilaksanakan
seteliti-litinya.
Secara formal
bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum
1975, yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral
dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh yang sangat berarti
terhadap perluasan program bimbingan di sekolah.
Perkembangan
bimbingan dan konseling di indonesia menjadi semakin mantap dengan terjadinya
perubahan nama organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling di Indonesia (ABKIN) pada tahun 2001.
Pemunculan nama ini di landasi terutama dengan pemikiran bahwa bimbingan dan
konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan
publik.
1. Landasan Filosofis
Landasan Filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan
pemahaman khususnya bagi konselor dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling
yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis, maupun estetis.
Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan
usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah
manusia itu? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut,
tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai
dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat
post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat telah
mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai mahluk rasional yang mampu
berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
Dengan memahami
hakikat manusia tersebut, maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapakan
tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor
dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan
klienya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Selanjutnya dari sudut pandang Islam, Faqih A.R setelah mengkaji ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadits Rasul saw., manusia itu secara hakiki memiliki sifat
kodrat sebagai berikut:
a. Manusia terdiri dari berbagai unsur yang membentuk kesatuan, utuh
dan tidak terpisahkan. Unsur tersebut terdiri dari jasmani rohani, berakal,
berhati nurani, berpenglihatan, berpendengaran dsb. Istilah ini sering disebut
makhluk monopolistis atau “wahdatul ‘anasir”.
b. Manusia memiliki empat fungsi yaitu:
1)
Sebagai
makhluk Allah yang diciptakan Allah dan wajib mengabdi (ibadah) kepada Allah
swt.
2)
Sebagai
makhluk individu yang memiliki hak menentukan dirinya sendiri dalam segala
urusan hidup.
3)
Sebagai
makhluk sosial yang harus hidup bersama dengan masyarakat manusia yang
pluralistik.
4)
Sebagai kholifah fil ardh, wakil Allah
di dunia yang memiliki kewajiban mengelola dan memakmurkan bumi untuk
kemaslahatan kehidupan manusia.
c. Manusia memiliki sifat-sifat utama (akal, qolbu, perasaan)
sekaligus memiliki kelemahan-kelemahan pula.
d. Manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya baik di dunia
maupun di akhirat.[1]
Pengkajian landasan filosofis bimbingan dan konseling ini difokuskan kepada
pembahasan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a) Makna, Fungsi, dan Prinsip-prinsip Filosofis Bimbingan dan Konseling
Kata filosofis atau filsafat adalah bahasa
arab yang berasal dari kata yunani: filosofia (philosopia). Dalam
bahasa yunani kata filosofia itu merupakan majemuk yang terdiri atas filo
(philos) dan sofia (shopos). Filo artinya cinta dalam arti
yang seluas-luasnya, yaitu ingin mengetahui segala sesuatu. Sementara sofia
artinya kebijaksanaan atau hikmah. Dengan demikian, filsafat itu artinya cinta
kepada kebijaksanaan atau hikmah; atau ingin mengerti segala sesuatu dengan
mendalam.
Sikun Pribadi (1981) mengartikan filsafat ini
sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang
segala yang ada, dan apa makna hidup manusia di alam semesta ini”. Dapat
diartikan juga sebagai perenungan atau pemikiran tentang kebenaran, keadilan,
kebaikan, keindahan, religi serta sosial-budaya.
Sepanjang masa manusia selalu bertanya-tanya
tentang makna atau hakikat segala sesuatu, termasuk hakikat dirinya sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan itu seperti seperti: Apakah makna hidup itu? Dari mana
asal manusia, dan kemana perginya? Siapakah saya (manusia) ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak mudah untuk dijawab, karena menyangkut misteri
hidup, yang tetap merupakan teka-teki bagi manusia.
Mempelajari filsafat tidak hanya sebatas
memikirkan sesuatu sebagai perwujudan dari hasrat atau keinginan untuk
mengetahui sesuatu, melainkan memang filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan
manusia, yaitu bahwa (1) setiap manusia harus mengambil keputusan atau
tindakan, (2) keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri, (3) dengan
berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan (4) untuk menghadapi
banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.
b) Hakikat Manusia
Pada uraian berikut dipaparkan beberapa
pendapat para ahli atau madzhab konseling tentang hakikat manusia, yaitu di
antaranya:
Viktor E.Frankl mengemukakan bahwa manusia, selain memiliki dimensi fisik
dan psikologis, juga memiliki dimensi spiritual. Melalui dimensi spiritual itulah
manusia mampu mencapai hal-hal yang berada diluar dirinya dan mewujudkan
idenya.
Sigmund Freud mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia bersifat pesimistik,
deterministik, mekanistik, dan reduksionistik. Manusia dideterminasi oleh
kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-motivasi tak sadar, dorongan-dorongan
biologis, dan pengalaman masa kecil.
Passons (Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchel, 1986: 121)
mengemukakan bahwa individu setiap manusia memiliki kepribadian yang utuh,
menyeluruh, bukan terdiri dari bagian-bagian badan, emosi, pikiran, sensasi,
dan persepsi. Individu dapat dipahami apabila dilihat dari keterpaduan semua
bagian-bagian tersebut.
Aliran Humanistik memiliki pandangan yang optimistik terhadap hakikat
manusia. Para ahli teori humanistik mempunyai keyakinan bahwa menusia memiliki
dorongan bawaan untuk mengembangkan diri, memiliki kebebasan untuk merancang
atau mengembangkan tingkah lakunya, yang dalam hal ini manusia bukan pion yang
diatur sepenuhnya oleh lingkungan. Manusia merupakan mahluk rasional dan sadar,
tidak dikuasai oleh ketidaksadaran, kebutuhan irrasional, atau konflik.
c) Tujuan dan Tugas Kehidupan
Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia, sejahtera,
nyaman, dan menyenangkan. Secara ekstrim, Freud mengatakn bahwa manusia dalam
hidupnya selalu mengejar kenikmatan (pleasure principle) dan menghindar
dari rasa sakit (kondisi yang tidak menyenangkan).
Paparan tentang hakikat, tujuan, dan tugas kehidupan manusia di atas
sebagai hasil olah pikiratau nalar para ahli mempunyai implikasi kepada layanan
bimbingan dan konseling. Dalam hal ini terutama terkait dengan perumusan tujuan
bimbingan dan konseling, dan cara pandang konselor terhadap klien yang
seyogiyanya didasarkan kepada harkat dan martabat kemanusiaannya manusia. Bagi bangsa Indonesia, yang menjadi landasan filosofis
bimbingan dan konseling adalah pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan
fitrah manusia itu sendiri sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat.
Pancasila
sebagai landasan bimbingan dan konseling mempunyai implikasi sebagai berikut:
a.
Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap sila pancasila.
b.
Konselor seyogyanya menampilkan kualitas pribadi yang sesuai
dengan nilai-nilai pancasila.
c.
Perlu melakukan penataan
lingkungan (fisik dan sosial budaya) yang mendukung terwujudkannya nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat pada umumnya.[2]
1. Landasan Sosial Budaya
Arus modernisasi
disamping berdampak positif, seperti diperolehnya kemudahan dalam bidang
komunikasi dan transportasi, namun disisi lain ternyata telah dilahirkan dampak
yang kurang menguntungkan, yaitu dengan timbulnya gejala berbagai problema yang
semakin kompleks, baik yang bersifat personal maupun sosial. Manusia modern
telah terperdaya oleh produk pemikirannya sendiri karena tidak mampu mengontrol
dampak sampingnya seperti rusaknya lingkungan (banjir, longsor, polusi udara,
dan air) yang memporak-porandakan kenyamanan hidupnya sendiri.[1]
Kehidupan
yang terlalu berorientasi kepada kemajuan dalam bidang material (pemenuhan
kebutuhan biologis) telah menelantarkan supra empiris manusia, sehingga terjadi
kemiskinan rohaniah dalam dirinya. Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi
berkembangnya masalah pribadi dan sosial yang terekspresikan dalam suasana
psikologis yang kurang nyaman.
Manusia
merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup
secara sendiri tanpa orang lain. Klien (siswa) sebagai manusia juga merupakan
makhluk sosial. Dimensi sosial manusia harus tetap dipertahankan sambil terus
dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling.
Kebutuhan
akan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah yang dihadapi oleh individu
yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. Semakin rumit struktur masyarakat dan
keadaannya semakin banyak dan rumit masalah yang dihadapi oleh individu yang
terdapat dalam masyarakat itu.[2]
Jadi
kebutuhan akan bimbingan itu timbul karena terdapat faktor yang menambah
rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu hidup. Faktor-faktor itu
diantaranya sebagai berikut:
a.
Perubahan konstelasi keluarga
b.
Perkembangan pendidikan
c.
Dunia kerja
d.
Perkembangan kota metropolitan
e.
Perkembangan komunikasi
f.
Seksisme dan rasisme
g.
Kesehatan mental
h.
Perkembangan teknologi
i.
Kondisi moral dan keagamaan
j.
Kondisi sosial ekonomi.[3]
Proses konseling yang bersifat antarbudaya (konselor dan klien
berasal dari budaya yang berbeda) sangat peka terhadap pengaruh dari
sumber-sumber hambatan komunikasi seperti bahasa dan lain sebagainya. Perbedaan
dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi, dan bahasa bisa
menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Oleh sebab itu, konselor harus
bisa menjaga netralitas sosial budaya dalam memberikan bantuan (melakukan
bimbingan konseling).[4]
1. Landasan Religius
Landasan religius
bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk
Tuhan dengan segenap kemuliaan-Nya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan
konseling. Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.[1]
Implementasi unsur agama di dalam konseling tidak menuntut konselor menjadi
ulama atau mengkemas suasana konseling dengan dakwah agama tetapi dilakukan
dengan wajar saja, jangan dipaksakan dan tetap memberikan kebebasan pada klien
untuk menentukan nasibnya sendiri. Proses bimbingan dan konseling tetap
diwarnai aspek religius, maka konselor sendiri hendaknya adalah orang yang
telah mengamalkan ajaran agamanya yang memiliki iman dan taqwa yang dinamik.
Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan di akhirat.
Berkaitan dengan hidup, perlu dipahami apakah hakikat hidup, mengapa hidup,
apakah tujuan hidup, hendak kemana hidup kita ini, berapa tahun kita akan
hidup, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut hanya dapat dijawab dengan pas jika kita menelaah petunjuk Allah di
dalam kitab suci-Nya. Dengan kata lain, hidup manusia tidak dapat dipisahkan
dengan aspek religi (agama). Keyakinan manusia bahwa dirinya sebagai makhluk
Tuhan sebagai kholifah di muka bumi, harus dijaga dan difungsikan oleh manusia
itu sendiri.[2]
Landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling setidaknya
ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
a. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk
Allah SWT.
b. Sikap yang mendorong perkembangan dan peri kehidupan manusia berjalan ke
arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah.
c. Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannnya secara optimal
suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta
kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan pemecahan masalah individu.
1. Landasan Psikologis
Di lingkungan pendidikan yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan
konseling adalah peserta didik (siswa atau mahasiswa). Peserta didik merupakan
pribadi-pribadi yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan.
Masing-masing peserta didik memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam
arti terdapat perbedaan individual di antara mereka, seperti menyangkut aspek
kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian
diri.
Landasan psikologis merupakan
landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang prilaku individu
yang menjadi sasaran layanan (klien). Subjek bimbingan dan konseling adalah
individu yang bermasalah dan tidak mampu memecahkan masalahnya. Sebagai
individu, manusia memiliki tingkah laku, bakat dan minat, motif, perhatian,
perasaan, ingatan, pribadi, intelek, qalbu serta unsur-unsur yang lain. Setiap individu
adalah makhluk yang unik, artinya individu yang satu akan berbeda dengan
individu yang lain.[1]
Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses
perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksi dalam
lingkungannya. Di samping itu, peserta didik senantiasa mengalami berbagai
perubahan dalam sikap dan tingkah lakunya. Proses perkembangan tidak selalu berlangsung
secara linier, tetapi bersifat fluktuatif dan bahkan terjadi stagnasi atau
diskontinuitas perkembangan. Dalam proses pendidikan, peserta didik pun tidak
jarang mengalami masalah stagnasi perkembangan, sehingga menimbulkan
masalah-masalah psikologis, seperti terwujud dalam perilaku menyimpang atau
bersifat infantilitas.
Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah
tentang motif dan motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu,
belajar, dan kepribadian.[2]
a.
Motif
dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku, baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti: rasa lapar, bernafas
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti
rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya, motif-motif tersebut diaktifkan dan digerakkan, baik dari dalam
diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar diri individu (motivasi
ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku intrumental atau aktifitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
b.
Pembawaan
dan Lingkungan
c.
Perkembangan
Individu
d. Belajar
e. Kepribadian
1. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Layanan bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut
teori maupun praktiknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun
secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti:
pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes,inventory atau
analisis labotaris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks
dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Selain perlu dukungan sejumlah ilmu, praktik bimbingan dan
konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat
teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan
instrumen bimbingan dan konseling atau dalam penggunaan berbagai alat atau
media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran
konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
Mc Daniel bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor
harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan
konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai
bentuk kegiatan penelitian.[1]
Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan
bimbingan dan konseling sebagai kegiatan ilmiah, yang harus senantiasa
mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
2.
Landasan Pedagogis
Pendidikan
merupakan transformasi sosial budaya bagi suatu masyarakat. Oleh karena itu
setiap masyarakat senantiasa menyelenggarakan pendidikan untuk menjamin
kelangsungan kehidupannya. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan dapat
berupa lembaga swasta maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah) atau
masyarakat sebagai pusat sumber belajar yang dirancang sedemikian rupa serta
dimanfaatkan kepentingan pendidikan. Usaha masyarakat kini semakin maju
menyesuaikan dengan kemajuan Iptek serta kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Kesemuanya berfungsi sebagai alih nilai dan norma sosial budaya bagi masyarakat
itu sendiri.[2]
Dalam sistem pendidikan
nasional, kegiatan bimbingan selalu menyertai kegiatan pendidikan. Disebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan dan latihan. Oleh karena itu kegiatan bimbingan tidak dapat
ditinggalkan dalam aktivitas pendidikan. Bimbingan merupakan kegiatan
pendidikan dan merupakan proses pengiring pendidikan.
Hasil bimbingan
merupakan kemampuan si terbimbing untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Kemampuan tersebut bersifat permanen dan dapat ditransfer untuk mengatasi
masalah lain di kemudian hari.
Landasan
pedagogis pelayanan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan:
a.
Pendidikan
sebagai upaya pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk
kegiatan pendidikan
b.
Pendidikan
sebagai inti proses bimbingan dan konseling.
c.
Pendidikan
lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.[3]
Dengan demikian, pelayanan bimbingan dan konseling harus terkandung
aspek-aspek pendidikan seperti:
1)
Usaha
sadar dari pembimbing atau konselor kepada peserta didik (klien)
2)
Menyiapkan
peserta didik (klien)
3)
Untuk
perannya di masa yang akan datang yang diwujudkan melalui tujuan-tujuan
bimbingan dan konseling.
Upaya bimbingan
dan konseling atau pencapaian tujuan-tujuan bimbingan dan konseling tidak boleh
menyimpang dari tujuan-tujuan pendidikan baik secara umum maupun khusus. Tujuan
umum adalah yang dirumuskan dalam Undang-Undang, sedangkan tujuan khusus adalah
yang dirumuskan dalam kurikulum yang di implementasikan dalam proses pendidikan
dan pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Landasan dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling adalah sebagai berikut:
1) Landasan historis
2) Landasan filosofis
3) Landasan sosial budaya
4) Landasan religius
5) Landasan psikologis
6) Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi
7) Landasan pedagogis
DAFTAR PUSTAKA
Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah: Berbasis Integrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Marsudi,
Saring. 2010. Layanan Bimbingan di
Sekolah. Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Yusuf, Syamsu.
2009. Landasan-landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Aqib, Zainal.
2012. Ikhtisar Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Bandung: Yrama Widya.
[1]Zainal Aqib, Ikhtisar Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
(Bandung: Yrama Widya, 2012), 25
[2] Saring
Marsudi, Layanan Bimbingan Konseling di
Sekolah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2010), 75
[3] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah: Berbasis Integrasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
103
[1] Saring
Marsudi, Layanan Bimbingan Konseling di
Sekolah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2010), 73
[2] Zainal Aqib, Ikhtisar Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
(Bandung: Yrama Widya, 2012), 18
[1] Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 133
[2] Saring Marsudi, Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2010), 71
[1] Ibid,.117
[2] Ibid., 119
[3] Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 119-130
[4] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah: Berbasis Integrasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
100-101
[1] Saring Marsudi, Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2010), 70-71
[2] Syamsu Yusuf, Landasan Bimbingan dan Konseling,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar