KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam yang berjudul “Sejarah Pendidikan Islam Dinasti
Fatimiyyah”sesuai dengan waktunya.
ShalawatdansalamsemogasenantiasatercurahkankepadajunjungankitaNabi
Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada
masa mendatang. Atas kritik dan sarannya terlebih dahulu diucapkan terima
kasih.
Akhirnya kami
berharap mudah-mudahan makalah ini bisa diterima oleh Allah sebagai amal ibadah
yang dapat menjadikan penyusun selalu mendapat bimbingan, dan hidayah Allah,
serta memperoleh limpahan rahmat, ma’unah, dan ridho-Nya. Kemudian semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada penyusun dan
para pembaca, Amin.
Jember, 26 Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
A.
LatarBelakangMasalah................................................................ 1
B.
RumusanMasalah......................................................................... 2
C.Tujuan…………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A.
Sejarah berdirinya Dinasti Fatimiyyah........................................ 3
B.
Khalifah Daulah Fatimiyah......................................................... 4
C.
Masa Kejayaan
Dinasti Fatimiyyah............................................. 5
D.
Masa Keruntuhan Dinasti Fatimiyyah......................................... 7
E.
Pengembangan Intelektual pada Masa Dinasti
Fatimiyyah......... 10
BAB III PENUTUP........................................................................................
A.
Kesimpulan.................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah merupakan
penguasa Syiah yang berkuasa di berbagai wilayah
di Maghrib,Mesir, dan Syam dari 909 hingga 1171. Negara ini
dikuasai oleh Syi'ah Isma'iliyah. Fatimiyah berasal dari satu tempat
yang kini dikenal sebagai Tunisia (Afriqiya) yang didirikan pada tahun 909 oleh Abdullah al-Mahdi.
Namun setelah penaklukan Mesirsekitar 971, Ibukotanya dipindahkan ke Kairo. Dinasti ini terkadang disebut pula dengan dinasti Ubaidillah, sesuai
dengan nama pendiri dinasti, yang berasal dari golongan Syi’ah sekte
Ismailiyah, yakni sebuah aliran sekte di Syi’ah yang lahir akibat perselisihan
tentang pengganti imam Ja’far al-Shadiq yang hidup antara tahun 700-756 M.
Fatimiyah hadir sebagai tandingan bagi penguasa Abbasiyah yang berpusat di
Baghdad yang tidak mengakui kekhalifahan Fatimiyah sebagai keturunan Rasulullah
dari Fatimah. Karena mereka menganggap bahwa merekalah ahlul bait sesungguhnya
dari Bani Abbas. Adapun Kemajuan Fatimiyah dalam administrasi negara lebih
berdasarkan pada kecakapandaripada keturunan,
toleransi dikembangkan kepada non-Muslim seperti orang-orangKristen dan
Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan
pada kemampuan.
Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu warna dari perjalanan dinamika umat
Islam di Mesir. Dalam rentang beberapa periode, dinasti ini telah mengukirkan
nama harumnya bagi kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam. Meskipun
kedinastian ini menganut aliran Syi’ah Ismailiyah, tapi toh masih dalam bingkai
Islam. Oleh karena itu, peran dan sumbangannya bagi kebesaran nama Islam harus
tetap dijunjung tinggi dan dihargai.
Tidak dapat dipungkiri sesungguhnya perkembangan intelektual yang
berkembang dan berjaya sekarang di barat berasal dari ilmuwan-ilmuwan muslim
melalui sarana penerjemahan pengetahuan dari bahasa arab ke bahasa latin yang
tersebar ke Eropa. Dengan demikian selama ini para sejarawan memang menutupi
usaha pengembangan intelektual yang telah dilakukan para ilmuwan muslim pada
masa kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam . diantara kerajaan Islam
yang banyak menghasilkan ilmuwan muslim adalah dinasti fatimiyah (296-555
H/908-1171 M) seperti yang diungkapkan oleh Syed Ameer Ali bahwa “di bawah kaum
fatimiyah di Mesir, Kairo telah menjadi pusat intelektual dan ilmiah baru”.[1]
Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution periode klasik (650-1250 M)
yang merupakan zaman kemajuan. Di masa inilah berkembang ilmu pengetahuan, baik
dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan Islam.
Pada zaman ini dihasilkan ulama-ulama besar seperti tokoh-tokoh imam Mazhab,
Tasawuf, dan Filsafat.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti Fatimiyyah ?
2. Siapakah Khalifah Daulah Fatimiyyah ?
3. Bagaimana Kejayaan pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
4.
Bagaiman Keruntuhan
pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
5.
Bagaimana
Perkembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui tentang Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyyah
2. Untuk mengetahui Khalifah-Khalifah Daulah Fatimiyyah
3. Untuk mengetahui Masa Kejayaan Dinasti
Fatimiyyah
4. Untuk mengetahui Masa Keruntuhan Dinasti Fatimiyyah
5. Untuk mengetahui Perkembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyah
Fatimiyah, atau al-Fāthimiyyūn (الفاطميون) ialah penguasa Syiah yang
berkuasa di berbagai wilayah di Maghreb, Mesir, dan Syam dari 5 Januari 910 M
hingga 1171 M. Negeri ini dikuasai oleh Ismailiyah, salah satu
cabang Syi'ah. Pemimpinnya juga para imam Syiah, jadi mereka memiliki
kepentingan keagamaan terhadap Isma'iliyyun. Kadang dinasti ini disebut
pula dengan Bani Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri dinasti. Fatimiyah berasal
dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia (Ifriqiya).
Dinasti Fatimiyah mengambil nama dari Fatimah binti Muhammad SAW dan Ali
bin Abi Thalib sebagai menantunya. Berdirinya Dinasti Fatimiyyah dari masa
menjelang akhir abad ke 10 pada saat kekuasaan dinasti Abbasiyah di baghdad mulai
melemah dan kekuasaannya yang luas tidak terkoordinasi dengan baik. Keadaan ini
telah membuka peluang bagi kemunculan dinasti kecil di daerah-daerah, terutama
yang gubernur dan kesulitannya memiliki tentara sendiri. Kondisi Abbasiyah
yang lemah ini telah menyulut timbulnya pemberontakan
dari kelompok yang selama ini merasa tertindas serta membuka kesempatan bagi
kelompok syiah, khawarij dan kaum mawali untuk melakukan kegiatan politik.
Kelompok syiah Ismaliyyah mengonsulidasikan
gerakannya di Afrika utara, dan pada tahun 909, Ubaidillah Al Mahdi berhasil
memproklamasikan berdirinya khalifah Fatimiyah yang terlepas dari kekuasaan
Abbasiyah. Ia mulai memperkuat dan mengonsolidasikan kekhalifahannya di tunisia dengan bantuan
Abdullah Asy-Syi’i yaitu seseorang yang penganut Ismailiyyah yang sangat
berperan dalam mendirikan Daulah Fatimiyyah di tunisia. Sesudah basis kekuasaan
khilafah Fatimiyyah di tunis ini kuat, maka khalifah Fatimiyyah di bawah pimpinan Al-
Muiz ( khalifah keempat ) dengan panglimanya Jauhar Al Katib As Siqili dapat
menguasai mesir pada tahun 969, ia mendirikan kota baru yang disebut Al Qahirah
( Kairo ) yang berarti kota kemenangan dan kemudian menjadikannya sebagai ibu
kota khilafah Fatimiyyah pada masa masa selanjutnya.[2]
Dinasti Fatimiyah berdiri tahun
909-1171 M semula di Afrika Utara, kemudian di Mesir dan Syria. Dinasti ini
beraliran Syi’ah Isma’ıliyah, dan pendirinya, yakni Ubaidillah
al-Mahdi yang datang dari Syria ke Afrika Utara menisbahkan nasabnya hingga
Fatimah binti Rasulullah SAW, istri Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu
dinamakan dinasti Fatimiyah, walaupun kalangan Sunni meragukan asal-usulnya
sehingga mereka menamakannya al-Ubaidiyyun sebagai
ganti dari Fatimiyyun. Ubaidillah dapat mengalahkan para penguasa
di Afrika Utara, yakni Aglabiyah dan Aljazair, Rustamiyah yang
Khawarij di Tahart, dan Idrisiyah di Fez.
Pusat pemerintahannya pertama kali ialah di al-Mahdiyah, sekitar Qairawan,
dan mengembangkan sayapnya disamping ke Barat juga ke Timur, serta menguasai
Mesir. Di negeri itulah mereka mendirikan kota baru yang bernama Cairo. Pada tahun 973 M kota Kairo menjadi kediaman imam atau
khalifah Fatimiyah dan pusat pemerintahan.
B. Khalifah Daulah Fatimiyah
Adapun para Khalifah Dinasti Fatimiyah
Penguasa Cairo, diantaranya adalah:
1.
Khalifah Ubaidilah Al-Mahdi (910-934). Dia adalah
pendiri Dinastii Fatimiyah.
2.
Abu al-Qasim Muhammad al-Qa'im bi-Amr Allah bin
al-Mahdi Ubaidillah (934-946).
3.
Isma'il Al-Mansur bi-llah (946-953).
4.
Abu Tamim Ma'add al-Mu'izz li-Din Allah (953 M -
975) M. Mesir ditaklukkan semasa pemerintahannya.
5.
Abu Mansur Nizar al-'Aziz bi-llah (975 M - 996 M).
6.
Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amr Allah (996M -
1021 M).
7.
Abu'l-Hasan 'Ali al-Zahir li-I'zaz Din Allah (1021
M - 1036 M).
8.
Abu Tamim Ma'add al-Mustanhir bi-llah (1036 M -
1094 M).
9.
Al-Musta'li bi-llah (1094 M - 1101
M). Pertikaian atas suksesnya menimbulkan perpecahan Nizari.
10.
All-Amir bi-Ahkam Allah (1101 M - 1130 M).
Penguasa Fatimiyah di Mesir setelah tak diakui sebagai Imam oleh tokoh
Ismailiyah Mustaali Taiyabi.
11.
Abd al-Majid (1130 M - 1149 M).
12.
Al-Wafir (1149 M - 1154 M).
13.
Al-Fa'iz (1154 M - 1160 M).
14.
Al-'Adid (1160 M - 1171 M): Setelah jatuhnya
Al-`Adid, kekuasaan Dinasti Fatimiyah selama 200 tahun berakhir.
C. Kejayaan
pada Masa Dinasti Fatimiyah
Kejayaan dinasti Fatimiyah dimulai saat
al-Muiz pindah dari ibu kota al-Mahdiyah ke al-Qahirah (Kairo).
Dan puncak kejayaannya dicapai pada masa pemerintahan Abu al-Manshur Nizar
al-Aziz (975-996) di mana kerajaan diliputi dengan kedamaian dan nama al-Aziz diagungkan dalam setiap khutbah
jum’at sepanjang wilayah kekuasaannya. Al-Aziz berhasil menempatkan dinasti
Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan Mediterania Timur, bahkan berhasil
menenggelamkan famor penguasa Baghdad. Al-Aziz rela menghabiskan dua juta dinar
untuk membangun istana yang tidak kalah megah dari istana Abbasiyah, Al-Aziz
menjadi penguasa Fatimiyah yang bijaksana dan paling murah hati.[3]
Kemajuan yang terlihat pada masa
kekhalifahan al-Aziz yang bijaksana diantaranya sebagai berkut:
a. Bidang Politik dan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Fatimiyah, kepada Negara dipimpin oleh seorang imam
atau khalifah, para imam bagi fatimiyah memang sesuatu yang diwajibkan, ini
merupakan penerapan kekuasaan yang turun temurun, mulai dari Nabi Muhammad, Ali
bin Abi Thalib, kemudian selanjutnya di teruskan oleh para imam.
b. Pemikiran dan filsafat
Dalam menyebarkan tentang kesyi’ahannya Dinasti Fatimiyah banyak
menggunakan filsafat Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat
Plato, Aristoteles dan ahli-ahli filsafat lainnya
c. Pendidikan dan IPTEK
Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa Fatamiyah adalah
keberhasilannya membangun sebuah lembaga keilmuan yang disebut Darul Hikam atau
Darul Ilmi yang dibangun oleh Al Hakim pada tahun 1005 Masehi.
d. Ekonomi dan perdagangan
Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan fitalitas kultural yang mengungguli
Irak dan daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang dengan dunia non Islam dibina
dengan baik termasuk dengan India dan negeri-negeri mediterania yang beragama
Kristen.
Keadaan ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang begitu berlimpah dan kemajuan
ekonomi yang begitu hebat pada masa Fatimiyah di Mesir.
e. Sosial kemasyarakatan
Pada waktu orang-orang Fatimiyah memasuki Mesir, penduduk setempat ada yang
beragama Kristen Qibty, dan ahlu sunnah. Mereka hidup dalam kedamaian, saling
menghormati antara satu dengan yang lain. Boleh dikatakan tidak terjadi
pertengkaran antara suku, maupun agama. Masyarakatnya mempunyai sosialitas yang
tinggi sesama mereka.
f. Pemahaman agama
Sesuai dengan asal usul dinasti Fatimiyah ini adalah sebuah gerakan yang
berasal dari sekte syi’ah Ismailiyah, maka secara tidak lansung dinasti ini
sebenarnya ingin mengembangkan doktrin-doktrin syi’ah di tengah-tengah
masyarakat, namun dengan berbagai pertimbangan mereka tidak terlalu memaksa
pemahaman ini harus di ikuti oleh para penduduk, mereka bebas beragama sesuai dengan apa yang mereka yakini. Hal ini
dilakukan supaya mereka selalu mendapat dukungan dari rakyat demi berdirinya
dinasti Fatimiyah di negeri para Nabi ini.
Tidak hanya itu dalam bidang kebudayaan pun dinasti ini
juga mencapai kemajuan yang cukup pesat,terutama setelah didirikanya masjid
Al-Azhar yang sekarang dikenal dengan Jamiah Al Azhar ( Universitas Al Azhar ) yang
berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pengembengan ilmu pengetahuan.
Kemajuan Dinasti Fatimiyyah ini antara lain karena
didukung oleh militernya yang kuat,administrasi pemerintahanya yang baik,ilmu
pengetahuanya yang berkembang dan ekonominya yang stabil. Namun dalam bidang
politik dalam dan luar negeri,tampaknya dinasti ini kurang berhasil menghadapi
kelompok nasrani dan sunni yang terlebih dahulu mapan di mesir. Kemudian setelah
berakhirnya khalifah Al-Aziz, pamor dinasti Fatimiyyah menurun karena banyak
khalifahnya yang diangkat pada usia yang masih muda belia,sehingga disamping
mereka hanya menjadi boneka para wazir (menteri) juga timbul konflik
kepentingan di kalangan pejabat istana dan di kalangan miiter antara unsur
barbar,turki,bani hamdan,dan sudan.
D. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Fatimiyah
Kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal pada
pemerintahan Khalifah al-Hakim. Ketika diangkat menjadi khalifah ia baru
berumur 11 tahun. Al-Hakim memerintah dengan tangan besi, masanya dipenuhi
dengan tindak kekerasan dan kekejaman. Ia membunuh beberapa orang wazirnya,
menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk sebuah gereja yang didalamnya
terdapat kuburan suci umat Kristen. Setelah hampir 50 tahun menapaki
sejarah keemasannya sejak masa pemerintahan Al-Mu’iz, dinasti ini mulai menurun
setelah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz. Tindakan-tindakan kejam dari
al-Hakim (996-1021) yang sangat belia (11 tahun) menjadi titik awal kegoncangan
dalam dinasti Fatimiyah. Toleransi yang dijunjung sebelumnya dinafikan oleh
al-Hakim, aturan-aturan yang merugikan non-Islam diberlakukan sehingga mulailah
timbul ketidaksenangan. Namun pada saat al-Zhahir (1021-1035) naik tahta, dia
membangun kembali kuburan suci sehingga namanya disebutkan di Masjid-masjid
kekuasaan Konstantin VIII.Al-Hakim kemudian memilih mengikuti perkembangan
ekstrem ajaran Ismailiyah, dan menyatakan dirinya sebagai penjelmaan Tuhan. Ia
meninggalkan istana dan berkelana hingga akhirnya terbunuh di Muqatam pada 13
Pebruari 1021. Kemungkinan ia dibunuh oleh persekongkolan yang dipimpin adik
perempuannya, Siti al-Muluk, yang telah diperhentikan tidak hormat olehnya.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Antara lain:
- Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam
menjadi awal kemunduran dinasti Fatimiyah. Al-Hakim membunuh beberapa
wazir, menghancurkan beberapa gereja, menghancurkan kuburan suci umat
Kristen (1009 M.), menetapkan aturan ketat terhadap non-Islam dengan menjadikan
Islam eksklusif dari agama lain seperti pakaian dan identitas agama.
- Konflik internal antar para
elitnya yang cukup dahsyat dan berkepanjangan. Konflik internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul dikarenakan hampir
semua khalifahnya, setelah wafatnya Al-Aziz, naik tahta ketika masih dalam
usia sangat muda bahkan kanak-kanak, misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun, al-Zhahirberusia 16 tahun, Al-Mustansir naik tahta usia 11 tahun, Al-Amir usia
5 tahun, Al-Faizusia 4 tahun, dan Al-Adidusia 9 tahun. Akhirnya,
jabatanwazir yang mulai dibentuk pada masa khalifah
Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana pemerintahan. Kedudukan al-wazirmenjadi begitu penting, berpengaruh dan menjadi ajang perebutan serta ladang konflik.
- Keberadaan tiga bangsa besar yang sama-sama
mempunyai pengaruh dan menjadi pendukung utama kekuasaan Fatimiyah, yaitu
bangsa Arab, bangsa Barbar dari Afrika Utara dan bangsa Turki. Di saat
khalifah mempunyai pengaruh kuat, ketiga bangsa itu dapat diintegrasikan
menjadi kekuatan yang dahsyat. Akan tetapi, ketika khalifahnya lemah, maka
konflik ketiga bangsa itupun menjadi dahsyat untuk saling berebut pengaruh
dan kekuasaan. Kondisi terakhir itulah yang terjadi pasca berakhirnya masa
pemerintahan Al-Aziz. Faktor eksternal juga ikut mempercepatkehancurandinastiFatimiyahsepertironronganbangsaNormandia, BanuSaljukdariTurki
dan Banu Hilal dan Banu Sulaim dari Nejed yang
menguasai sedikit demi sedikit terhadap wilayah kekuasan Fatimiyah.
Sedangkan Pada masa Al-Mustanshir kekuasaan
Dinasti Fatimiyah di wilayah Suriah mulai terkoyak dengan cepat. Sementara
kekuatan besar yang datang dari timur, yaitu bani Saljuk dari Turki, juga
membayang-bayangi. Pada waktu yang bersamaan propinsi-propinsi Fatimiyah di
Afrika memutuskan hubungan dengan pusat kekuasaan, bermaksud memerdekakan diri
dan kembali kepada sekutu lama mereka, Dinasti Abbasiyah. Pada tahun 1052, suku
arab yang terdiri dari bani Hilal dan bani Sulaim yang mendiami dataran tinggi
Mesir memberontak. Mereka bergerak kebagian barat dan berhasil menduduki
Tropoli dan Tunisia selama beberapa tahun.
Pasca al-Mustanshir,
dinasti Fatimiyah terus-menerus dirundung pertikaian, baik eksternal maupun
internal, kehidupan masyarakat yang sangat sulit, sumber kehidupan tinggal
aliran sunagi Nil, kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi, akhirnya
berimplikasi pada pajak yang tinggi dan pemerasan. Puncaknya terjadi pada saat
terjadi perang salib dan Shalahuddin al-Ayyubimerebutdinastitersebut. DiatidaklagimengangkatkhalifahdariFatimiyah,
tapi menjadikan wilayah Mesir kembali sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Abbasiyah Baghdad dengan status keamiran. Adapun dinasti keamirannya kemudian dikenal dengan dinasti al-Ayyubiyah.
Tahun-tahun terakhir dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah ditandai dengan
munculnya perseteruan yang terus menerus antara para wazir yang didukung oleh
kelompok tentaranya masing-masing. Setelah al-Mustansir wafat, terjadi
perpecahan serius dalam tubuh Ismailiyah.
Realita bahwa meski dinasti Fatimiyah telah berkuasa di Mesir
hampir 200 tahun, ternyata secara ideologis belum berhasil membumikan doktrin
ideologi Syi’ah Ismailiyah. Masyarakat Muslim di Mesir teryata
masih tetap setia kepada ideologi Sunni. Oleh karena itu, ketika
dinasti Fatimiyah berada di ambang kehancurannya, masyarakat Muslim Mesir
bukannya berusaha membantu, tapi justru berusaha mempercepat kehancurannya.
E. Perkembangan
Intelektual Pada Masa Dinasti Fatimiyah
Pada masa
Dinasti Fatimiyah yang berpusat di Kairo juga memuncul sederet ilmuwan Muslim
yang berpengaruh. Pasalnya, pada era kejayaan Dinasti Fatimiyah, Cairo telah
menjadi kota tempat berkumpulnya para ilmuwan serta sarjana yang melakukan
kegiatan ilmiah.Memasuki abad modern, Cairo juga telah melahirkan sejumlah
pemikir pembaruan Islam.
Berikut adalah
beberapa nama di antara sederet ilmuwan
dan sarjana serta pemikir pembaruan Islam yang muncul dari pusat peradaban
Islam di benua Afrika itu:
1.
Ibnu Al-Haytham.
Dialah peletak dasar-dasar teori
optik modern. Orang barat menyebutnya Al-Hazen. Lewat karya ilmiahnya, Kitab
Al-Manadhir atau Kitab Optik, ia menjelaskan berbagai ragam fenomena cahaya
termasuk sistem penglihatan manusia. Selama lebih dari 500 tahun, Kitab Al
Madahir terus bertahan sebagai buku paling penting dalam ilmu optik.
2.
Ibnu Al-Baytar.
Nama lengkapnya Abdullah Ibnu Ahmad
Ibnu Al-Baytar. Dia adalah ahli botani sekaligus ahli obat-obatan terhebat, dan
Dialah banyak melakukan penelitian dan kegiatan ilmiah di Cairo. Dia berhasil
mengumpulkan dan memberikan catatan terhadap lebih dari 1.400 jenis tanaman
obat. Dialah ahli Botani terkemuka di Arab.
3.
Jamaluddin Al-Afghani.
Dia adalah seorang pemikir pembaruan
Islam yang secara lantang menyuarakan pentingnya menegakkan solidaritas
Pan-Islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa dengan kembali kepada
Islam. Dalam perlawanannya terhadap penjajah imperialisme Barat, Jamaluddin
mengobarkan semangat persatuan Islam dengan jalan mengajak kembali kepada
Al-Qur'an serta menghilangkan bid'ah dan khurafat.
4.
Muhammad Abduh.
Muhammad Abduh adalah seorang
pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam.
Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga
murid dari Jamaluddin Al-Afghani, seorang filsuf dan pembaharu yang mengusung
gerakan Pan-Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia
dan Afrika.
5.
Sayyid Qutub.
Sayyid bin haji Qutub bin Ibrahim,
lahir tahun 1906 di sebuah desa bernama Qaha di wilayah Asyith, Mesir. Ideologi
Islam dikemukakan Qutub sebagai ideology alternatif. Baginya tak ada jalan lain
kecuali menegakkan Islam. Dalam bukunya Hadza al-Din, dia menegaskan bahwa
Islam satu-satunya agama wahyu dan di jamin kebenarannya dan dapat meningkatkan
harkat manusia dan membebaskan dari berbagai ikatan daerah dan keturunan.
6.
Mahmud Syaltut.
Syekh Mahmud Syaltut adalah salah
seorang pemikir asli di Mesir. Ia memberi kontribusi dalah bidang hukum Islam.
Mahmud Syaltut mengemukakan sebuah risalah tentang pertanggungjawaban sipil dan
pidana Islam.
a.
Lembaga-Lembaga Pendidikan Dinasti Fatimiyah di Mesir
Perkembangan kebudayaan Islam pada masa ini mencapai kondisi yang
sangat mengangumkan. Hal ini disebabkan berkembangnya penerjemahan dan
penerbitan sumber-sumber pengetahuan. Pengetahuan dari bahasa asing seperti
bahasa Yunani, Persia dan India ke dalam bahasa Arab yang banyak mendorong para
wazir, sultan dan umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan
sastra. Di antara lembaga-lembaga pendidikan pada dinasti fatimiyah antara
lain:
1.
Masjid dan Istana
Khalifah mengumpulkan para penulis di istana untuk menyalin
buku-buku seperti: Al-Quran, al-Hadist, Fiqih, Sastra hingga ilmu kedokteran.
Ia memberikan penghargaan khusus bagi para ilmuwan ini dan menugaskan mereka
untuk menjadi imam di masjid istana juga.[4] Pada masa
dinasti ini masjid juga menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih khususnya ulama
yang menganut mazhab syiah ismailiah juga para wazir dan hakim.
2.
Perpustakaan
Perpustakaan juga memiliki peran yang tidak kecil dibandingkan
masjid dalam penyebaran akidah Syiah Ismailiyyah di masyarakat untuk itu para
khalifah dan wazir memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan
sehingga perpustakaan istana menjadi perpustakaan yang terbesar pada masa itu.
Perpustakaan terbesar yang dimiliki dinasti fatimiyah ini diberi nama “Dar al
‘Ulum” yang masih memiliki keterkaitan dengan perpustakaan “Baital Hikmah”.
3.
Dar al-‘ilm
Pada bulan jumadil akhir tahun 395 H/1005 M atas sarana perdan
menterinya Ya’kub bin Killis, khalifah Al-Hakim mendirikan Jamiah ilmiah
akademi (lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di
belahan dunia lain. Lembaga ini kemudian di beri nama Dar al Hikmah. Disinilah
berkumpul para ahli fiqih, astronom, dokter dan ahli nahwu dan bahasa untuk
mengadakan penelitian ilmiah.
b.
Ilmu pengetahuan pada masa dinasti fatimiyah
Pada masa ini
ulama membagi ilmu pengetahuan menjadi dua macam :
1)
Ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al- Karim.
2)
Ilmu pengetahuan yang bukan bersumber dari arab.
Ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an disebut dengan ilmu naqliyah atau
syar’iyyah sedangkan untuk kategori yang kedua disebut dengan ilmu aqliyah atau
hukmiyyah, kadfang disebut juga dengan ilmu azam.Adapun yang termasuk ilmu
naqliyah adalah Ilmu Hadis., Fiqih, Ilmu Kalam, Nahwu, Balaghah, Al- Bayan dan Adab.
Sedangkan yang termasuk IlmuAqliyah adalah Arsitektur, Ilmu nujum, Musik, Kedokteran,
Sihir, Kimia, Matematika, Sejarah dan geografi.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan yang sangat
menakjubkan, bahwa Dinasti Fatimiyah juga disebit dengan Dinasti Ubaidillah,
dengan pendirinya yaitu Ubaidillah al-Mahdi yang datang dari Syria ke Afrika
Utara. Dinasti ini beraliran Syi’ah Islami’ilah. Pusat pemerintahannya di
Cairo. Dinasti ini mengalami kejayaannya pada masa khalifah Abu Mansur Nizar
Al-Aziz (975 M - 996 M), dengan kemajuan di berbagai bidang, baik di bidang
pemerintahan, ekonomi sosial, di bidang ilmu dan perkembangan intelektual
islam.
Dinasti
Fatimiyah bagaimanapun juga adalah salah satu warna dari perjalanan dinamika
umat Islam di Mesir. Dalam rentang beberapa periode dinasti ini telah
mengukirkan nama harumnya bagi kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam.
Meskipun kedinastian ini menganut aliran Syi’ah Ismailiyah, tapi toh masih
dalam bingkai Islam. Oleh karena itu, peran dan sumbangannya bagi kebesaran
nama Islam harus tetap dijunjung tinggi hingga Sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, Jakarta : Kencana Pranadamedia Group. 2011
Suwito, Jakarta : Kencana.
2005
Syed Ameer Ali, Jakarta:Bulan
Bintang, 1978,
Hasan Ibrahim Hasan, Mesir : 1967
cet ke 2
Karim, M.
Abdul. Cet. I; Yogyakarta;
Pustaka Book Publisher, 2007 M.).
[1]Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh Ahmadi Api
Islam, Jakarta:Bulan Bintang, 1978, hlm. 548.
[2]Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta 2011 : Kencana
Pranadamedia Group, hal 195
[3] Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest
Times to the Present,diter. R. Cecep Lukman Yasin dkk, History of
the Arabs, (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta IKAPI, 1429 H./2008
M.) h. 789.
[4]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al Daulah Al Fatimiyah, hlm.426
[5] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al- Islami, hlm 436
Tidak ada komentar:
Posting Komentar