Kamis, 03 Maret 2016

Makalah SPI_Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyah

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah  Sejarah Pendidikan Islam yang berjudul “Sejarah Pendidikan Islam Dinasti Fatimiyyah”sesuai dengan waktunya.
            ShalawatdansalamsemogasenantiasatercurahkankepadajunjungankitaNabi Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini pada masa mendatang. Atas kritik dan sarannya terlebih dahulu diucapkan terima kasih.
Akhirnya kami berharap mudah-mudahan makalah ini bisa diterima oleh Allah sebagai amal ibadah yang dapat menjadikan penyusun selalu mendapat bimbingan, dan hidayah Allah, serta memperoleh limpahan rahmat, ma’unah, dan ridho-Nya. Kemudian semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada penyusun dan para pembaca, Amin.

Jember, 26 Oktober 2015


Penyusun


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii           
BAB I     PENDAHULUAN....................................................................................
A. LatarBelakangMasalah................................................................ 1       
B. RumusanMasalah......................................................................... 2       
C.Tujuan…………………………………………………………..2
BAB II    PEMBAHASAN.......................................................................................
A.   Sejarah berdirinya Dinasti Fatimiyyah........................................ 3
B.   Khalifah Daulah Fatimiyah......................................................... 4       
C.   Masa Kejayaan Dinasti Fatimiyyah............................................. 5
D.   Masa Keruntuhan Dinasti Fatimiyyah......................................... 7
E.    Pengembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah......... 10

BAB III PENUTUP........................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15



BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah  merupakan penguasa Syiah yang berkuasa di berbagai wilayah di Maghrib,Mesir, dan Syam dari 909 hingga 1171. Negara ini dikuasai oleh Syi'ah Isma'iliyah. Fatimiyah berasal dari satu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia (Afriqiya) yang didirikan pada tahun 909 oleh Abdullah al-Mahdi. Namun setelah penaklukan Mesirsekitar 971, Ibukotanya dipindahkan ke Kairo. Dinasti ini terkadang disebut pula dengan dinasti Ubaidillah, sesuai dengan nama pendiri dinasti, yang berasal dari golongan Syi’ah sekte Ismailiyah, yakni sebuah aliran sekte di Syi’ah yang lahir akibat perselisihan tentang pengganti imam Ja’far al-Shadiq yang hidup antara tahun 700-756 M.
Fatimiyah hadir sebagai tandingan bagi penguasa Abbasiyah yang berpusat di Baghdad yang tidak mengakui kekhalifahan Fatimiyah sebagai keturunan Rasulullah dari Fatimah. Karena mereka menganggap bahwa merekalah ahlul bait sesungguhnya dari Bani Abbas. Adapun Kemajuan Fatimiyah dalam administrasi negara lebih berdasarkan pada kecakapandaripada keturunan,  toleransi dikembangkan kepada non-Muslim seperti orang-orangKristen dan Yahudi, yang mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan dengan berdasarkan pada kemampuan.
Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu warna dari perjalanan dinamika umat Islam di Mesir. Dalam rentang beberapa periode, dinasti ini telah mengukirkan nama harumnya bagi kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam. Meskipun kedinastian ini menganut aliran Syi’ah Ismailiyah, tapi toh masih dalam bingkai Islam. Oleh karena itu, peran dan sumbangannya bagi kebesaran nama Islam harus tetap dijunjung tinggi dan dihargai.
Tidak dapat dipungkiri sesungguhnya perkembangan intelektual yang berkembang dan berjaya sekarang di barat berasal dari ilmuwan-ilmuwan muslim melalui sarana penerjemahan pengetahuan dari bahasa arab ke bahasa latin yang tersebar ke Eropa. Dengan demikian selama ini para sejarawan memang menutupi usaha pengembangan intelektual yang telah dilakukan para ilmuwan muslim pada masa kejayaan dan keemasan kebudayaan kerajaan Islam . diantara kerajaan Islam yang banyak menghasilkan ilmuwan muslim adalah dinasti fatimiyah (296-555 H/908-1171 M) seperti yang diungkapkan oleh Syed Ameer Ali bahwa “di bawah kaum fatimiyah di Mesir, Kairo telah menjadi pusat intelektual dan ilmiah baru”.[1]
Pada masa inilah yang disebut Harun Nasution periode klasik (650-1250 M) yang merupakan zaman kemajuan. Di masa inilah berkembang ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan Islam. Pada zaman ini dihasilkan ulama-ulama besar seperti tokoh-tokoh imam Mazhab, Tasawuf, dan Filsafat.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti Fatimiyyah ?       
2.      Siapakah Khalifah Daulah Fatimiyyah ?
3.      Bagaimana Kejayaan pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
4.      Bagaiman Keruntuhan pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
5.      Bagaimana Perkembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah ?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui tentang Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyyah        
2.      Untuk mengetahui Khalifah-Khalifah Daulah Fatimiyyah          
3.      Untuk mengetahui Masa Kejayaan Dinasti Fatimiyyah   
4.      Untuk mengetahui Masa Keruntuhan Dinasti Fatimiyyah
5.      Untuk mengetahui Perkembangan Intelektual pada Masa Dinasti Fatimiyyah.



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiyah
Fatimiyah, atau al-Fāthimiyyūn (الفاطميون) ialah penguasa Syiah yang berkuasa di berbagai wilayah di Maghreb, Mesir, dan Syam dari 5 Januari 910 M hingga 1171 M. Negeri ini dikuasai oleh Ismailiyah, salah satu cabang Syi'ah. Pemimpinnya juga para imam Syiah, jadi mereka memiliki kepentingan keagamaan terhadap Isma'iliyyun. Kadang dinasti ini disebut pula dengan Bani Ubaidillah, sesuai dengan  nama pendiri dinasti. Fatimiyah berasal dari suatu tempat yang kini dikenal sebagai Tunisia (Ifriqiya).
Dinasti Fatimiyah mengambil nama dari Fatimah binti Muhammad SAW dan Ali bin Abi Thalib sebagai menantunya. Berdirinya Dinasti Fatimiyyah dari masa menjelang akhir abad ke 10 pada saat  kekuasaan dinasti Abbasiyah di baghdad mulai melemah dan kekuasaannya yang luas tidak terkoordinasi dengan baik. Keadaan ini telah membuka peluang bagi kemunculan dinasti kecil di daerah-daerah, terutama yang gubernur dan kesulitannya memiliki tentara sendiri. Kondisi Abbasiyah yang  lemah  ini telah menyulut timbulnya pemberontakan dari kelompok yang selama ini merasa tertindas serta membuka kesempatan bagi kelompok syiah, khawarij dan kaum mawali untuk melakukan kegiatan politik. Kelompok syiah Ismaliyyah  mengonsulidasikan gerakannya di Afrika utara, dan pada tahun 909, Ubaidillah Al Mahdi berhasil memproklamasikan berdirinya khalifah Fatimiyah yang terlepas dari kekuasaan Abbasiyah. Ia mulai memperkuat dan mengonsolidasikan  kekhalifahannya di tunisia dengan bantuan Abdullah Asy-Syi’i yaitu seseorang yang penganut Ismailiyyah yang sangat berperan dalam mendirikan Daulah Fatimiyyah di tunisia. Sesudah basis kekuasaan khilafah Fatimiyyah di tunis ini kuat,  maka khalifah Fatimiyyah di bawah pimpinan Al- Muiz ( khalifah keempat ) dengan panglimanya Jauhar Al Katib As Siqili dapat menguasai mesir pada tahun 969, ia mendirikan kota baru yang disebut Al Qahirah ( Kairo ) yang berarti kota kemenangan dan kemudian menjadikannya sebagai ibu kota khilafah Fatimiyyah pada masa masa selanjutnya.[2]
Dinasti Fatimiyah berdiri tahun 909-1171 M semula di Afrika Utara, kemudian di Mesir dan Syria. Dinasti ini beraliran Syi’ah Isma’ıliyah, dan pendirinya, yakni Ubaidillah al-Mahdi yang datang dari Syria ke Afrika Utara menisbahkan nasabnya hingga Fatimah binti Rasulullah SAW,  istri Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu dinamakan dinasti Fatimiyah, walaupun kalangan Sunni meragukan asal-usulnya sehingga mereka menamakannya al-Ubaidiyyun sebagai ganti dari Fatimiyyun. Ubaidillah dapat mengalahkan para penguasa di Afrika Utara, yakni Aglabiyah dan AljazairRustamiyah yang Khawarij di Tahart, dan Idrisiyah di Fez.
Pusat pemerintahannya pertama kali ialah di al-Mahdiyah, sekitar Qairawan, dan mengembangkan sayapnya disamping ke Barat juga ke Timur, serta menguasai Mesir. Di negeri itulah mereka mendirikan kota baru yang bernama Cairo. Pada tahun  973 M kota Kairo menjadi kediaman imam atau khalifah Fatimiyah dan pusat pemerintahan.
B.  Khalifah Daulah Fatimiyah
       Adapun para Khalifah Dinasti Fatimiyah Penguasa Cairo, diantaranya adalah:
1.      Khalifah Ubaidilah Al-Mahdi (910-934). Dia adalah pendiri Dinastii Fatimiyah.
2.      Abu al-Qasim Muhammad al-Qa'im bi-Amr Allah bin al-Mahdi Ubaidillah (934-946).
3.      Isma'il Al-Mansur bi-llah (946-953).
4.      Abu Tamim Ma'add al-Mu'izz li-Din Allah (953 M - 975) M. Mesir ditaklukkan semasa pemerintahannya.
5.      Abu Mansur Nizar al-'Aziz bi-llah (975 M - 996 M).
6.      Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amr Allah (996M - 1021 M).
7.      Abu'l-Hasan 'Ali al-Zahir li-I'zaz Din Allah (1021 M - 1036 M).
8.      Abu Tamim Ma'add al-Mustanhir bi-llah (1036 M - 1094 M).
9.      Al-Musta'li bi-llah (1094 M - 1101 M). Pertikaian atas suksesnya menimbulkan perpecahan Nizari.
10.  All-Amir bi-Ahkam Allah (1101 M - 1130 M). Penguasa Fatimiyah di Mesir setelah tak diakui sebagai Imam oleh tokoh Ismailiyah Mustaali Taiyabi.
11.  Abd al-Majid (1130 M - 1149 M).
12.  Al-Wafir (1149 M - 1154 M).
13.  Al-Fa'iz (1154 M - 1160 M).
14.  Al-'Adid (1160 M - 1171 M): Setelah jatuhnya Al-`Adid, kekuasaan Dinasti Fatimiyah selama 200 tahun berakhir.

C.  Kejayaan pada Masa Dinasti Fatimiyah
Kejayaan dinasti Fatimiyah dimulai saat al-Muiz pindah dari ibu kota al-Mahdiyah ke al-Qahirah (Kairo). Dan puncak kejayaannya dicapai pada masa pemerintahan Abu al-Manshur Nizar al-Aziz (975-996) di mana kerajaan diliputi dengan kedamaian dan  nama al-Aziz diagungkan dalam setiap khutbah jum’at sepanjang wilayah kekuasaannya. Al-Aziz berhasil menempatkan dinasti Fatimiyah sebagai negara Islam terbesar di kawasan  Mediterania Timur, bahkan berhasil menenggelamkan famor penguasa Baghdad. Al-Aziz rela menghabiskan dua juta dinar untuk membangun istana yang tidak kalah megah dari istana Abbasiyah, Al-Aziz menjadi penguasa Fatimiyah yang bijaksana dan paling murah hati.[3]
Kemajuan yang terlihat pada masa kekhalifahan al-Aziz yang bijaksana diantaranya sebagai berkut:
a.       Bidang Politik dan Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Fatimiyah, kepada Negara dipimpin oleh seorang imam atau khalifah, para imam bagi fatimiyah memang sesuatu yang diwajibkan, ini merupakan penerapan kekuasaan yang turun temurun, mulai dari Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, kemudian selanjutnya di teruskan oleh para imam.
b.      Pemikiran dan filsafat
Dalam menyebarkan tentang kesyi’ahannya Dinasti Fatimiyah banyak menggunakan filsafat Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat Plato, Aristoteles dan ahli-ahli filsafat lainnya
c.       Pendidikan dan IPTEK
Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa Fatamiyah adalah keberhasilannya membangun sebuah lembaga keilmuan yang disebut Darul Hikam atau Darul Ilmi yang dibangun oleh Al Hakim pada tahun 1005 Masehi.
d.      Ekonomi dan perdagangan
Mesir mengalami kemakmuran ekonomi dan fitalitas kultural yang mengungguli Irak dan daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang dengan dunia non Islam dibina dengan baik termasuk dengan India dan negeri-negeri mediterania yang beragama Kristen.
Keadaan ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang begitu berlimpah dan kemajuan ekonomi yang begitu hebat pada masa Fatimiyah di Mesir.
e.       Sosial kemasyarakatan
Pada waktu orang-orang Fatimiyah memasuki Mesir, penduduk setempat ada yang beragama Kristen Qibty, dan ahlu sunnah. Mereka hidup dalam kedamaian, saling menghormati antara satu dengan yang lain. Boleh dikatakan tidak terjadi pertengkaran antara suku, maupun agama. Masyarakatnya mempunyai sosialitas yang tinggi sesama mereka.
f.       Pemahaman agama
Sesuai dengan asal usul dinasti Fatimiyah ini adalah sebuah gerakan yang berasal dari sekte syi’ah Ismailiyah, maka secara tidak lansung dinasti ini sebenarnya ingin mengembangkan doktrin-doktrin syi’ah di tengah-tengah masyarakat, namun dengan berbagai pertimbangan mereka tidak terlalu memaksa pemahaman ini harus di ikuti oleh para penduduk, mereka bebas beragama  sesuai dengan apa yang mereka yakini. Hal ini dilakukan supaya mereka selalu mendapat dukungan dari rakyat demi berdirinya dinasti Fatimiyah di negeri para Nabi ini.  
Tidak hanya itu dalam bidang kebudayaan pun dinasti ini juga mencapai kemajuan yang cukup pesat,terutama setelah didirikanya masjid Al-Azhar yang sekarang dikenal dengan Jamiah Al Azhar ( Universitas Al Azhar ) yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pengembengan ilmu pengetahuan.
Kemajuan Dinasti Fatimiyyah ini antara lain karena didukung oleh militernya yang kuat,administrasi pemerintahanya yang baik,ilmu pengetahuanya yang berkembang dan ekonominya yang stabil. Namun dalam bidang politik dalam dan luar negeri,tampaknya dinasti ini kurang berhasil menghadapi kelompok nasrani dan sunni yang terlebih dahulu mapan di mesir. Kemudian setelah berakhirnya khalifah Al-Aziz, pamor dinasti Fatimiyyah menurun karena banyak khalifahnya yang diangkat pada usia yang masih muda belia,sehingga disamping mereka hanya menjadi boneka para wazir (menteri) juga timbul konflik kepentingan di kalangan pejabat istana dan di kalangan miiter antara unsur barbar,turki,bani hamdan,dan sudan.
D.  Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Fatimiyah
Kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal pada pemerintahan Khalifah al-Hakim. Ketika diangkat menjadi khalifah ia baru berumur 11 tahun. Al-Hakim memerintah dengan tangan besi, masanya dipenuhi dengan tindak kekerasan dan kekejaman. Ia membunuh beberapa orang wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk sebuah gereja yang didalamnya terdapat kuburan suci umat Kristen. Setelah hampir 50 tahun menapaki sejarah keemasannya sejak masa pemerintahan Al-Mu’iz, dinasti ini mulai menurun setelah berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz. Tindakan-tindakan kejam dari al-Hakim (996-1021) yang sangat belia (11 tahun) menjadi titik awal kegoncangan dalam dinasti Fatimiyah. Toleransi yang dijunjung sebelumnya dinafikan oleh al-Hakim, aturan-aturan yang merugikan non-Islam diberlakukan sehingga mulailah timbul ketidaksenangan. Namun pada saat al-Zhahir (1021-1035) naik tahta, dia membangun kembali kuburan suci sehingga namanya disebutkan di Masjid-masjid kekuasaan Konstantin VIII.Al-Hakim kemudian memilih mengikuti perkembangan ekstrem ajaran Ismailiyah, dan menyatakan dirinya sebagai penjelmaan Tuhan. Ia meninggalkan istana dan berkelana hingga akhirnya terbunuh di Muqatam pada 13 Pebruari 1021. Kemungkinan ia dibunuh oleh persekongkolan yang dipimpin adik perempuannya, Siti al-Muluk, yang telah diperhentikan tidak hormat olehnya.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Antara lain:
  1. Perilaku al-Hakim (pengganti al-Aziz) yang kejam menjadi awal kemunduran dinasti Fatimiyah. Al-Hakim membunuh beberapa wazir, menghancurkan beberapa gereja, menghancurkan kuburan suci umat Kristen (1009 M.), menetapkan aturan ketat terhadap non-Islam dengan menjadikan Islam eksklusif dari agama lain seperti pakaian dan identitas agama.
  2. Konflik internal antar para elitnya yang cukup dahsyat dan berkepanjangan. Konflik internal dalam pemerintahan Fatimiyah muncul dikarenakan hampir semua khalifahnya, setelah wafatnya Al-Aziz, naik tahta ketika masih dalam usia sangat muda bahkan kanak-kanak, misalnya, Al-Hakim naik tahta pada usia 11 tahun, al-Zhahirberusia 16 tahun, Al-Mustansir naik tahta usia 11 tahun, Al-Amir usia 5 tahun, Al-Faizusia 4 tahun, dan Al-Adidusia 9 tahun. Akhirnya, jabatanwazir yang mulai dibentuk pada masa khalifah Al-Aziz bertindak sebagai pelaksana pemerintahan. Kedudukan al-wazirmenjadi begitu penting, berpengaruh dan menjadi ajang perebutan serta ladang konflik.
  3. Keberadaan tiga bangsa besar yang sama-sama mempunyai pengaruh dan menjadi pendukung utama kekuasaan Fatimiyah, yaitu bangsa Arab, bangsa Barbar dari Afrika Utara dan bangsa Turki. Di saat khalifah mempunyai pengaruh kuat, ketiga bangsa itu dapat diintegrasikan menjadi kekuatan yang dahsyat. Akan tetapi, ketika khalifahnya lemah, maka konflik ketiga bangsa itupun menjadi dahsyat untuk saling berebut pengaruh dan kekuasaan. Kondisi terakhir itulah yang terjadi pasca berakhirnya masa pemerintahan Al-Aziz. Faktor eksternal juga ikut mempercepatkehancurandinastiFatimiyahsepertironronganbangsaNormandia, BanuSaljukdariTurki dan Banu Hilal dan Banu Sulaim dari Nejed yang menguasai sedikit demi sedikit terhadap wilayah kekuasan Fatimiyah.
Sedangkan Pada masa Al-Mustanshir kekuasaan Dinasti Fatimiyah di wilayah Suriah mulai terkoyak dengan cepat. Sementara kekuatan besar yang datang dari timur, yaitu bani Saljuk dari Turki, juga membayang-bayangi. Pada waktu yang bersamaan propinsi-propinsi Fatimiyah di Afrika memutuskan hubungan dengan pusat kekuasaan, bermaksud memerdekakan diri dan kembali kepada sekutu lama mereka, Dinasti Abbasiyah. Pada tahun 1052, suku arab yang terdiri dari bani Hilal dan bani Sulaim yang mendiami dataran tinggi Mesir memberontak. Mereka bergerak kebagian barat dan berhasil menduduki Tropoli dan Tunisia selama beberapa tahun.
Pasca al-Mustanshir, dinasti Fatimiyah terus-menerus dirundung pertikaian, baik eksternal maupun internal, kehidupan masyarakat yang sangat sulit, sumber kehidupan tinggal aliran sunagi Nil, kelaparan dan wabah penyakit yang sering terjadi, akhirnya berimplikasi pada pajak yang tinggi dan pemerasan. Puncaknya terjadi pada saat terjadi perang salib dan Shalahuddin al-Ayyubimerebutdinastitersebut. DiatidaklagimengangkatkhalifahdariFatimiyah, tapi menjadikan wilayah Mesir kembali sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Abbasiyah Baghdad dengan status keamiran. Adapun dinasti keamirannya kemudian dikenal dengan dinasti al-Ayyubiyah.
Tahun-tahun terakhir dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah ditandai dengan munculnya perseteruan yang terus menerus antara para wazir yang didukung oleh kelompok tentaranya masing-masing. Setelah al-Mustansir wafat, terjadi perpecahan serius dalam tubuh Ismailiyah.
Realita bahwa meski dinasti Fatimiyah telah berkuasa di Mesir hampir 200 tahun, ternyata secara ideologis belum berhasil membumikan doktrin ideologi Syi’ah Ismailiyah. Masyarakat Muslim di Mesir teryata masih tetap setia kepada ideologi Sunni. Oleh karena itu, ketika dinasti Fatimiyah berada di ambang kehancurannya, masyarakat Muslim Mesir bukannya berusaha membantu, tapi justru berusaha mempercepat kehancurannya.

E.  Perkembangan Intelektual Pada Masa Dinasti Fatimiyah
Pada masa Dinasti Fatimiyah yang berpusat di Kairo juga memuncul sederet ilmuwan Muslim yang berpengaruh. Pasalnya, pada era kejayaan Dinasti Fatimiyah, Cairo telah menjadi kota tempat berkumpulnya para ilmuwan serta sarjana yang melakukan kegiatan ilmiah.Memasuki abad modern, Cairo juga telah melahirkan sejumlah pemikir pembaruan Islam.
Berikut adalah beberapa nama di antara sederet  ilmuwan dan sarjana serta pemikir pembaruan Islam yang muncul dari pusat peradaban Islam di benua Afrika itu:
1.      Ibnu Al-Haytham.
Dialah peletak dasar-dasar teori optik modern. Orang barat menyebutnya Al-Hazen. Lewat karya ilmiahnya, Kitab Al-Manadhir atau Kitab Optik, ia menjelaskan berbagai ragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Selama lebih dari 500 tahun, Kitab Al Madahir terus bertahan sebagai buku paling penting dalam ilmu optik.
2.      Ibnu Al-Baytar.
Nama lengkapnya Abdullah Ibnu Ahmad Ibnu Al-Baytar. Dia adalah ahli botani sekaligus ahli obat-obatan terhebat, dan Dialah banyak melakukan penelitian dan kegiatan ilmiah di Cairo. Dia berhasil mengumpulkan dan memberikan catatan terhadap lebih dari 1.400 jenis tanaman obat. Dialah ahli Botani terkemuka di Arab.


3.      Jamaluddin Al-Afghani.
Dia adalah seorang pemikir pembaruan Islam yang secara lantang menyuarakan pentingnya menegakkan solidaritas Pan-Islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa dengan kembali kepada Islam. Dalam perlawanannya terhadap penjajah imperialisme Barat, Jamaluddin mengobarkan semangat persatuan Islam dengan jalan mengajak kembali kepada Al-Qur'an serta menghilangkan bid'ah dan khurafat.
4.      Muhammad Abduh.
Muhammad Abduh adalah seorang pemikir muslim dari Mesir, dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam. Ia belajar tentang filsafat dan logika di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan juga murid dari Jamaluddin Al-Afghani, seorang filsuf dan pembaharu yang mengusung gerakan Pan-Islamisme untuk menentang penjajahan Eropa di negara-negara Asia dan Afrika.
5.      Sayyid Qutub.
Sayyid bin haji Qutub bin Ibrahim, lahir tahun 1906 di sebuah desa bernama Qaha di wilayah Asyith, Mesir. Ideologi Islam dikemukakan Qutub sebagai ideology alternatif. Baginya tak ada jalan lain kecuali menegakkan Islam. Dalam bukunya Hadza al-Din, dia menegaskan bahwa Islam satu-satunya agama wahyu dan di jamin kebenarannya dan dapat meningkatkan harkat manusia dan membebaskan dari berbagai ikatan daerah dan keturunan.
6.      Mahmud Syaltut.
Syekh Mahmud Syaltut adalah salah seorang pemikir asli di Mesir. Ia memberi kontribusi dalah bidang hukum Islam. Mahmud Syaltut mengemukakan sebuah risalah tentang pertanggungjawaban sipil dan pidana Islam.
a.       Lembaga-Lembaga Pendidikan Dinasti Fatimiyah di Mesir
Perkembangan kebudayaan Islam pada masa ini mencapai kondisi yang sangat mengangumkan. Hal ini disebabkan berkembangnya penerjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan. Pengetahuan dari bahasa asing seperti bahasa Yunani, Persia dan India ke dalam bahasa Arab yang banyak mendorong para wazir, sultan dan umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra. Di antara lembaga-lembaga pendidikan pada dinasti fatimiyah antara lain:
1.      Masjid dan Istana
Khalifah mengumpulkan para penulis di istana untuk menyalin buku-buku seperti: Al-Quran, al-Hadist, Fiqih, Sastra hingga ilmu kedokteran. Ia memberikan penghargaan khusus bagi para ilmuwan ini dan menugaskan mereka untuk menjadi imam di masjid istana juga.[4] Pada masa dinasti ini masjid juga menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih khususnya ulama yang menganut mazhab syiah ismailiah juga para wazir dan hakim.
2.      Perpustakaan
Perpustakaan juga memiliki peran yang tidak kecil dibandingkan masjid dalam penyebaran akidah Syiah Ismailiyyah di masyarakat untuk itu para khalifah dan wazir memperbanyak pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga perpustakaan istana menjadi perpustakaan yang terbesar pada masa itu. Perpustakaan terbesar yang dimiliki dinasti fatimiyah ini diberi nama “Dar al ‘Ulum” yang masih memiliki keterkaitan dengan perpustakaan “Baital Hikmah”.
3.      Dar al-‘ilm
Pada bulan jumadil akhir tahun 395 H/1005 M atas sarana perdan menterinya Ya’kub bin Killis, khalifah Al-Hakim mendirikan Jamiah ilmiah akademi (lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad dan di belahan dunia lain. Lembaga ini kemudian di beri nama Dar al Hikmah. Disinilah berkumpul para ahli fiqih, astronom, dokter dan ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan penelitian ilmiah.
b.      Ilmu pengetahuan pada masa dinasti fatimiyah
Pada masa ini ulama membagi ilmu pengetahuan menjadi dua macam :
1)        Ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al- Karim.
2)        Ilmu pengetahuan yang bukan bersumber dari arab.
Ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an disebut dengan ilmu naqliyah atau syar’iyyah sedangkan untuk kategori yang kedua disebut dengan ilmu aqliyah atau hukmiyyah, kadfang disebut juga dengan ilmu azam.Adapun yang termasuk ilmu naqliyah adalah Ilmu Hadis., Fiqih, Ilmu Kalam, Nahwu, Balaghah, Al- Bayan dan Adab. Sedangkan yang termasuk IlmuAqliyah adalah Arsitektur, Ilmu nujum, Musik, Kedokteran, Sihir, Kimia, Matematika, Sejarah dan geografi.[5]










                       




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa kesimpulan yang sangat menakjubkan, bahwa Dinasti Fatimiyah juga disebit dengan Dinasti Ubaidillah, dengan pendirinya yaitu Ubaidillah al-Mahdi yang datang dari Syria ke Afrika Utara. Dinasti ini beraliran Syi’ah Islami’ilah. Pusat pemerintahannya di Cairo. Dinasti ini mengalami kejayaannya pada masa khalifah Abu Mansur Nizar Al-Aziz (975 M - 996 M), dengan kemajuan di berbagai bidang, baik di bidang pemerintahan, ekonomi sosial, di bidang ilmu dan perkembangan intelektual islam.
Dinasti Fatimiyah bagaimanapun juga adalah salah satu warna dari perjalanan dinamika umat Islam di Mesir. Dalam rentang beberapa periode dinasti ini telah mengukirkan nama harumnya bagi kemajuan dan kebesaran serta kejayaan Islam. Meskipun kedinastian ini menganut aliran Syi’ah Ismailiyah, tapi toh masih dalam bingkai Islam. Oleh karena itu, peran dan sumbangannya bagi kebesaran nama Islam harus tetap dijunjung tinggi hingga Sekarang.













DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, Jakarta : Kencana Pranadamedia Group. 2011
Suwito, Jakarta : Kencana. 2005
Syed Ameer Ali, Jakarta:Bulan Bintang, 1978,
Hasan Ibrahim Hasan, Mesir : 1967 cet ke 2
Karim, M. Abdul. Cet. I; Yogyakarta; Pustaka Book Publisher, 2007 M.).








[1]Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam. Diterjemahkan oleh Ahmadi Api Islam, Jakarta:Bulan Bintang, 1978, hlm. 548.
[2]Nata Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta 2011 : Kencana Pranadamedia Group, hal 195
[3] Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present,diter. R. Cecep Lukman Yasin dkk, History of the Arabs, (Cet. I; Jakarta: Serambi Ilmu Semesta IKAPI, 1429 H./2008 M.) h. 789. 
[4]Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al Daulah Al Fatimiyah, hlm.426
[5] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al- Islami, hlm 436

Tidak ada komentar:

Posting Komentar